Dakwah Tauhid

Bahasa Arab Online

Muslimah.or.id

07 September 2009

Bid’ah-Bid’ah Di Bulan Ramadhan

Oleh. Ust. Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi

Bulan Romadhon adalah bulan yang sangat mulia, hanya saja –sebagaimana ibadah-ibadah yang lain-, ia tercampur oleh beberapa ritual bid’ah[1] yang tidak ada dasarnya dalam agama. Berikut ini kami sampaikan beberapa bid’ah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan manusia. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita darinya. Diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Melafadzkan Niat Puasa di Malam Hari

Tidak diragukan lagi bahwa niat merupakan syarat sahnya ibadah dengan kesepakatan ulama. Hanya saja perlu diketahui bahwa niat tempatnya adalah di dalam hati, barangsiapa yang terlintas dalam hatinya bahwa dia besok akan berpuasa maka sudah berarti bahwa dia telah berniat. Adapun melafadzkan niat puasa di malam hari baik dengan berjamaah maupun sendiri-sendiri dengan mengucapkan:

“Nawaitu Shouma ghodin ‘an adaai fardli syahri romadloona hadzihissanati lillahi ta’ala”

Yang artinya: “Aku berniat puasa besok untuk melaksanakan fardlu puasa Romadlon pada tahun ini karena Allah ta’ala”.

Bacaan ini sangat masyhur di masyarakat kita, bahkan acap kali diucapkan secara berjamaah di masjid setelah sholat Tarawih. Ritual ini tidak ada asalnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, bahkan termasuk kebid’ahan dalam agama yang sekalipun manusia menganggapnya sebagai kebaikan.

Jadi melafadzkan niat seperti itu tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan sebagainya. Bahkan kata Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi rahimahullah: “Tak seorangpun dari imam yang empat, baik Imam Syafi’i rahimahullah maupun lainnya yang mensyaratkan harus melafadzkan niat, karena niat itu di dalam hati dengan kesepakatan mereka”[2]. Maka jelaslah bahwa melafadzkan niat termasuk bid’ah dalam agama”[3].

2. Menetapkan Waktu Imsak

Menetapkan waktu imsak bagi orang yang makan sahur 5 atau 7 menit menjelang adzan shubuh dan mengumumkannya melalui pengeras suara ataupun radio adalah bid’ah dan menyelisihi sunnah, yaitu anjuran mengakhirkan sahur.

Syariat memberikan batasan seseorang untuk makan sahur sampai adzan kedua atau adzan Shubuh dan syariat menganjurkan untuk mengakhirkan sahur. Adapun imsak melarang manusia dari apa yang diperbolehkan syariat dan memalingkan manusia dari menghidupkan sunnah untuk mengakhirkan sahur.

Maka lihatlah wahai saudaraku keadaan kaum muslimin zaman sekarang, mereka membalik sunnah dan menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka dianjurkan untuk bersegera dalam berbuka tetapi malah mengakhirkannya, dianjurkan untuk mengakhirkan sahur tetapi malah menyegerakannya. Oleh karenanya, maka tertimpa petaka, kefakiran dan kerendahan di hadapan musuh-musuh mereka[4].

Kami memahami bahwa maksud dari para pencetus imsak adalah sebagai bentuk kehati-hatian agar jangan sampai masuk waktu shubuh dalam kondisi masih makan atau minum, Akan tetapi karena ini adalah perkara ibadah, maka untuk pengamalannya harus berdasarkan dalil yang shohih. Jika kita hidup di zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, apakah kita berani membuat membuat-buat waktu imsak, melarang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam makan sahur, jauh-jauh sebelum waktu shubuh tiba ??

3. Membangunkan Dengan Kentongan Atau Pengeras Suara

Biasanya disebagian kampung dan desa ada sekelompok anak muda atau juga orang tua menabuh kentongan sekitar 2-3 jam sebelum shubuh untuk membangunkan warganya agar segera sahur, seraya mengatakan: ‘Sahur!! Sahur!! Sahur !!’ Bahkan ada sebagian yang menggunakan mikrofon masjid untuk melakukan panggilan ini.

Tidak ragu lagi bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang dianggap ibadah, padahal tidak ada ajarannya dalam agama. Sekiranya hal itu baik tentu akan diajarkan oleh agama. Terlebih lagi kebiasaan tersebut dapat mengganggu kenyamanan tidur warga sekitar di malam hari, padahal Allah azza wa jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَااكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Syaikh Abdul Qodir al-Jazairi berkata: “Apa yang dilakukan oleh sebagian orang jahil pada zaman sekarang di negeri kita berupa membangunkan orang puasa dengan kentongan merupakan kebid’ahan dan kemungkaran yang seharusnya dilarang dan diingatkan oleh orang-orang yang berilmu”[5].

4. Memperingati Nuzulul Quran

Kebiasaan lain yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin pada tanggal 17 Romadhon ialah mengadakan peringatan yang disebut dengan perayaan Nuzulul Quran sebagai bentuk pengagungan kepada kitab suci al-Quran. Namun ritual ini perlu disoroti dari dua segi:

Pertama: Dari segi sejarah, adakah bukti autentik baik berupa dalil ataupun fakta sejarah yang menyebutkan bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut ? Inilah pertanyaan yang kami lontarkan kepada saudara-saudaraku semua.[6]

Kedua: Anggaplah memang terbukti bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut[7], maka untuk menjadikannya sebagai perayaan yang syar’i diperlukan dalil dan contoh dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Bukankah orang yang paling gembira dengan turunnya al-Quran adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam? Namun sekalipun demikian, tidak pernah dinukil dari mereka tentang adanya peringatan semacam ini. Dari sini menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukan termasuk ajaran Islam, tetapi merupakan kebid’ahan dalam agama.

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam: ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.

Sebagaimana hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

“Dari Anas bin Malik berkata: Tatkala Nabi datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang-senang sebagaimana di waktu jahiliyah, lalu beliau bersabda: ‘Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang sebagaimana waktu jahiliah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik: ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri’”[8]

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menginginkan umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyariatkan dalam Islam. Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah: “Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan ole Ahli Kitab sebelum kita, tetapi berdasarkan syariat dan dalil”[9]. Beliau juga berkata: “Tidak disyariatkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan syariat, yaitu ‘Idul Fithri, ‘Idul Adha, hari-hari Tasyrik, ini perayaan tahunan, dan hari Jum’at ini perayaan pekanan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at.”[10]

5. Komando Diantara Raka’at Sholat Tarawih

Berdzikir dan mendo’akan para Khulafaur Rosyidin diantara dua salam sholat Tarawih dengan cara berjamaah dipimpin oleh satu orang dengan mengucapkan

“Assholatu sunnatat tarawihi rahimakumullah…”

Tidak pernah dinukil dari al-Quran dan dalam Sunnah tentang dzikir ini. Kalau tidak pernah kenapa kita tidak mencukupkan diri dengan apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Oleh karenanya maka hendaknya bagi setiap muslim untuk menjauhi hal ini, karena hal ini termasuk kebid’ahan dalam agama yang hanya dianggap baik oleh logika.

Jangan ada yang mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja karena berisi sholawat dan do’a kepada sahabat yang merupakan amalan baik dengan kesepakatan ulama, itu memang benar tetapi masalahnya manusia menganggapnya sebagai syiar shalat tarawih, padahal itu merupakan tipu daya iblis kepada mereka.

Bagaimana mereka menganggap baik sesuatu yang tidak ada ajarannya dalam agama, padahal hal itu diingkari secara keras oleh Imam Syafi’i rahimahullah tatkala berkata:

“Barangsiapa yang istihsan maka ia telah membuat syariat”[11].

Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Maksud istihsan adalah ia menetapkan suatu syariat yang tidak syar’i dari pribadinya sendiri”[12]. Jadi ritual ini termasuk kebid’ahan yang harus diwaspadai dan ditinggalkan.

6. Tadarrus Al-Qur’an Berjamaah Dengan Pengeras Suara

Pada dasarnya kita dianjurkan untuk banyak membaca al-Qur’an di bulan ini. Namun ritual Tadarrus al-Qur’an berjamaah yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin di masjid dengan mengeraskan suara adalah suatu hal yang perlu diluruskan.

Membaca al-Qur’an termasuk ibadah mulia yang diharapkan dengannya dapat dipahami dan diamalkan kandungannya serta dilakukan sesuai tuntunan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yaitu dengan suara pelan dan merendahkan diri karena itu lebih menjauhkan seseorang dari riya’ dan mendekatkan seseorang kepada Robbnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’rof:55)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah menegur sebagian sahabat yang berdo’a atau berdzikir dengan suara keras dengan perkataan beliau:

“Wahai manusia, kasihanilah dirimu ! sesungguhnya kalian tidaklah berdo’a kepada Dzat yang tuli dan tidak ada, sesungguhnya Ia bersama kalian dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat Maha Suci Nama-Nya dan Maha Tinggi Kemuliaan-Nya” (HR. Bukhori dan Muslim)

Terlebih lagi apabila ibadah mulia ini dilakukan dengan cara campur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Wallahul muwaffiq.

7. Mengkhususkan Ziarah Kubur

Pada Bulan Romadhon dan hari raya sering kita dapati manusia ramai ke kuburan dengan keyakinan bahwa waktu itu adalah waktu yang sangat istimewa dalam ziarah kubur. Namun, adakah dalam Islam ketentuan waktu khusus untuk ziarah kubur ?

Islam tidak mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk melakukan ziarah kubur. Para ahli fiqih dari kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah telah menegaskan anjuran memperbanyak zaiarah kubur kapanpun waktunya[13]. Ulama-ulama dari kalangan Malikiyah mengatakan: “Ziarah kubur tidak ada batasan dan waktu khusus”[14]. Hal ini juga dikuatkan dengan keumuman dalil-dalil tentang perintah ziarah kubur dan tidak ada keterangan bahwa ziarah kubur terbatasi dengan waktu tertentu, karena diantara hikmah ziarah kubur adalah untuk mengambil pelajaran, mengingat akhirat, melembutkan hati, dan hal itu dianjurkan untuk dilaksanakan setiap waktu tanpa terbatasi oleh waktu khusus.

Jadi pada prinsipnya kita tidak boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk ziarah kubur, kapanpun hal itu dilakukan hukumnya adalah boleh.

Demikianlah beberapa bid’ah yang masyhur dan dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yang dapat kami sampaikan. Kita memohon kepada Allah azza wa jalla agar menyelamatkan kita semua darinya dan memberikan hidayah kepada kaum muslimin yang masih melakukannya. Amiin.

Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi Khusus Th. Ke -9 Romadhon-Syawal 1430 H (September dan Oktober 2009) hal. 35-38 dengan penambahan dan pengurangan beberapa footnote

Footnote
[1] Simaklah ceramah (mp3) penjelasan gamblang tentang bid’ah di postingan sebelumnya yang berjudul “Kupas Tuntas Akar Bid’ah” di http://maramissetiawan.wordpress.com/2009/05/21/download-audio-kupas-tuntas-akar-bidah/

[2] Al-Ittiba’ hlm. 62, tahqiq Muhammad Atho’ullah Hanif dan Dr. Ashim al-Qoryuthi.

[3] Lihat secara luas pembahasan ini dalam tulisan yang berjudul “Hukum Melafadzkan Niat” oleh Ust. Abu Ibrohim dalam majalah al-Furqon edisi 9, hlm. 37-42, tahun ketujuh.

[4] Shofwatul Bayan fii Ahkamil Adzan wal Iqomah hlm. 116 oleh Abdul Qodir al-Jazairi

[5] Shofwatul Bayan fii Ahkamil Adzan wal Iqomah hlm. 115-116 oleh Abdul Qodir al-Jazairi murojaah syaikh al-Albani dan syaikh Mansyur bin Hasan.

[6] Penulis (Ust. Abu Ubaidah) pernah menanyakan kepada syaikh Abdurrahman ad-Dahsy (Dosen Ilmu Tafsir di Universitas Qoshim KSA) beliau menjawab bahwa penetapan turunnya al-Quran pada tanggal tersebut tidak ada dalilnya atau bukti sejarah yang valid.

[7] Padahal yang benar bahwa al-Quran itu diturunkan pada malam lailatul qadr. Silahkan pembaca yang budiman merujuk ke postingan di blog ini setahun yang lalu yang berkaitan dengan hal ini di http://maramissetiawan.wordpress.com/2008/09/13/al-quran-turun-pada-malam-lailatul-qadr-bukan-malam-%E2%80%98nuzulul-quran%E2%80%99-17-ramadhan/

[8] HR. Ahmad: 3/103, HR. Abu Dawud: 1134 dan HR. an-Nasa’i: 3/179

[9] Fathul Bari:1/159, Tafsir Ibnu Rojab: 1/390

[10] Lathoiful Ma’arif hlm. 228

[11] Ucapan ini populer dari Imam Syafi’i sebagaimana dinukil oleh para imam madzhab. Syafi’i seperti Ghozali dalam al-Mankhul hlm. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’ul Jawami’: 2/395 dan lain sebagainya. (Lihat Ilmu Ushul Bida’ hlm. 121 oleh syaikh Ali Hasan)

[12] Irsyadul Fuhul hlm. 240

[13] Ahkam al-Maqobir hal. 302

[14] Mukhtasor al-Khalil Ala Mawahib al-Jalil: 2/237

Sumber: http://maramissetiawan.wordpress.com

0 komentar:

 

Romie's Blog

Akhwat.web.id

Nasihat Online