Jika ada sebagian di antara wanita muslimah yang rela meninggalkan islam yang dianutnya demi cinta, ekonomi, harta, kekayaan, atau urusan dunia lainnya, maka dalam kisah nyata kali ini tidaklah demikian. Seorang wanita Jerman yang telah mendapat hidayah islam justru mengorbankan suaminya demi mempertahankan hidayah yang telah diraihnya! Sungguh hidayah itu adalah sangat mahal nilainya bagi orang-orang yang mau merenunginya dan mensyukurinya.Inilah dia kisahnya :
“Saya sampai di Saudi, sedangkan di pikiranku ada berbagai hal tentangnya. Sebelumnya saya sudah yakin bahwa akan terjadi perubahan besar pada diriku. Saya mulai memperhatikan hal-hal aneh di masyarakat yang ada di sekitarku. Ketika waktu shalat tiba, semua orang meninggalkan apa saja yang mereka kerjakan dan berdiri dishaf-shaf secara teratur (untuk melaksanakan shalat), mereka diliputi oleh kebahagiaan dan ketenangan.
Saya memperhatikan berbagai macam pergaulan antara anggota masyarakat, di pikiranku berkecamuk dan bertumpuk berbagai pertanyaan. Pada setiap jawaban yang saya dapatkan, saya merasakan adanya denyutan baru di dalam hati yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya membandingkan antara tatanan kehidupan di Jerman dan tatanan ke hidupan yang ada di sini. Di Jerman, kami menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tak bermanfaat, sementara disini semua orang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan beribadah.”
Selanjutnya perempuan ini menambahkan, “Insinyur Subhi Tiraji dan istrinya telah menerangkan Islam kepadaku secara terperinci. Mereka juga telah menjelaskan kepadaku perkara-perkara yang ghaib dan pemahaman-pemahaman yang salah supaya saya masuk Islam dengan penuh kerelaan. Saya menamakan diri dengan Hana.
Saya mengirim surat kepada suamiku di Jerman untuk memberitahukan hal ini dan menjelaskan kepadanya tentang kelebihan-kelebihan agama Islam, serta menjelaskan bahwa Islamlah agama yang benar. Akan tetapi sayang, suamiku malah memintaku untuk segera pulang dan meninggalkan Islam. Saya menolak permintaannya dan mengorbankan dirinya. Saya meminta untuk di talak dan saya pun mendapatkan hasilnya. Allah memberiku seorang suami yang shalih, berkebangsaan Amerika yang berasal dari Mesir.”
Kemudian Hana menceritakan kehidupan barunya, “Setiap minggu kami pergi ke Mekkah atau Madinah al-Munawwarah untuk menghabiskan waktu-waktu yang indah di berbagai tempat suci dan mendengarkan berbagai kaset, supaya dengan mudah kami mendapatkan pemahaman yang benar tentang Islam dengan lebih dalam dan lebih sempurna.”1
Di kutip dari :
Akhirnya Mereka Memilih Islam Kesaksian Para Muallaf, Khalid Abu SHalih, hal: 146-147, Darul Haq Jakarta, 2006.
Catatan kaki:
1. La Ikraha Fiddin Tidak ada Paksaan di dalam agama, oleh Muhammad Nashir Thawil, di nukil dari Qishash wasath az-Ziham (kisah-kisah di tengah kemacetan), 2/163-164
Sumber:http://jilbab.or.id
Read More...
19 Agustus 2009
IKHLASLAH...!!!
Oleh Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi
Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907]).
Faedah hadits
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26).
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” (Jami’ al-’Ulum, hal. 13)
Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)
Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).
Macam-macam niat
Istilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu].
Yang dimaksud niyatu al-’amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.
Sedangkan niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam al-Qur’an, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha’ (mencari). (Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami’ al-’Ulum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17)
Pentingnya Ikhlas
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2).
al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, ”Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)
Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19). Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)
Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Seorang ulama mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)
Sumber:http://salafiyunpad.wordpress.com
Read More...
Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907]).
Faedah hadits
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26).
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” (Jami’ al-’Ulum, hal. 13)
Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)
Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).
Macam-macam niat
Istilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu].
Yang dimaksud niyatu al-’amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.
Sedangkan niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam al-Qur’an, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha’ (mencari). (Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami’ al-’Ulum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17)
Pentingnya Ikhlas
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2).
al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, ”Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)
Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19). Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)
Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Seorang ulama mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)
Sumber:http://salafiyunpad.wordpress.com
Read More...
16 Agustus 2009
Boleh Mengucapkan “Wa’alaikumsalam” Kepada Orang Kafir...
Berkata Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah: Dan dzahir ayat mulia ini :Bahwasannya jika ada seorang kafir memberikan salam kepada kita dengan berkata :“Assalamu’alaikum” dengan ungkapan yang jelas,maka jawablah :Wa’alaikumsalam.Ini tidak mengapa karena anda menjawab yang semisal.
Adapun ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:
إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا : وعليكم
Apabila ahli kitab memberikan salam maka jawablah dengan mengatakan:Wa’alaikum
Maksud hadist ini adalah :Jangan engkau menjawab dengan “Wa’alaikumsalam”,dan Nabi menerangkan apa alasannya ,yaitu :
إن اليهود إذا سلموا يقولون : السام عليكم
Adalah Yahudi apabila memberi salam mereka mengucapkan : Assaamu ‘alaikum (Kecelakaan bagi anda)
Yaitu mereka mendoakan kematian,makanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menyuruh kita mengatakan :Wa’alaikum saja.Artinya :Begitu juga bagi anda kecelakaan (kematian)
Olehkarenanya dipahami dari hadist ini ,jika orang kafir berujar kepada kita “Assalamu’alaikum“, maka jawablah “Wa’alaikumsalam”.Ini tidak apa-apa, sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 86 :
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan,maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa
Sumber:Syarah Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyidil Mursalin,Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah Juz 3 hal 10. (Sumber tulisan :http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=180616)
Read More...
Adapun ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:
إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا : وعليكم
Apabila ahli kitab memberikan salam maka jawablah dengan mengatakan:Wa’alaikum
Maksud hadist ini adalah :Jangan engkau menjawab dengan “Wa’alaikumsalam”,dan Nabi menerangkan apa alasannya ,yaitu :
إن اليهود إذا سلموا يقولون : السام عليكم
Adalah Yahudi apabila memberi salam mereka mengucapkan : Assaamu ‘alaikum (Kecelakaan bagi anda)
Yaitu mereka mendoakan kematian,makanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menyuruh kita mengatakan :Wa’alaikum saja.Artinya :Begitu juga bagi anda kecelakaan (kematian)
Olehkarenanya dipahami dari hadist ini ,jika orang kafir berujar kepada kita “Assalamu’alaikum“, maka jawablah “Wa’alaikumsalam”.Ini tidak apa-apa, sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 86 :
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan,maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa
Sumber:Syarah Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyidil Mursalin,Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah Juz 3 hal 10. (Sumber tulisan :http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=180616)
Read More...
Ikutilah al-Kitab dan as-Sunnah...!!!
Hadits-hadits pilihan dari Kitab Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah Sahih Bukhari disertai beberapa keterangan tambahan
Bukhari meriwayatkan dari Thariq bin Syihab radhiyallahu’anhu, ada seorang lelaki Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya turun kepada kami (Yahudi) ayat ini, ‘Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam sebagai agama bagi kalian’ niscaya hari itu akan kami jadikan sebagai hari raya.” Maka Umar mengatakan, “Sesungguhnya aku tahu kapan hari turunnya ayat ini. Ia turun pada hari Arafah di hari Jumat.” (HR. Bukhari [7268]).
Syaikh Ali Hasan Al-Halabi mengatakan, “Maka perbuatan mengada-ada atau menciptakan bid’ah pada hakikatnya merupakan sanggahan kepada syari’at dan tindakan lancang yang sangat buruk, orang yang melakukannya -secara tidak langsung- telah menyerukan bahwa syari’at ini belum cukup dan belum sempurna [!] sehingga butuh untuk menciptakan hal yang baru dan bid’ah di dalamnya!!” (Ilmu Ushul Bida’, hal. 19).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh umatku pasti masuk surga, kecuali yang enggan.” Mereka bertanya, “Siapakah yang enggan wahai Rasulullah?”. Beliau menjaw ab,”Barangsiapa yang menaatiku niscaya masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku dia lah orang yang enggan.” (HR. Bukhari [7280]).
Ibnu Hajar mengatakan, “Apabila yang tidak taat itu adalah orang kafir maka sama sekali dia tidak akan masuk surga. Dan apabila dia adalah muslim maka maksudnya adalah dia akan terhalang masuk surga bersama dengan orang-orang yang memasukinya sejak awal kecuali orang yang dikehendaki Allah ta’ala.” (Fath Al-Bari, 13/291).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah ajaran yang aku tinggalkan kepada kalian ini apa adanya, sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian itu hanyalah disebabkan karena terlalu banyak mempertanyakan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Apabila aku melarang sesuatu kepada kalian maka jauhilah, dan apabila aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sekuat kemampuan kalian.” (HR. Bukhari [7288]).
Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin dari emas dan orang-orang pun ikut memakai cincin dari emas, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu aku memakai cincin dari emas.” Kemudian beliau membuangnya dan berkata, “Sekarang aku tidak akan memakainya lagi untuk selama-lamanya.” Maka orang-orang (para sahabat) pun membuang cincin-cincin mereka (HR. Bukhari [7298]).
Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan sesuatu yang beliau sendiri memberikan keringanan atasnya namun sebagian orang malah tidak mau melakukannya. Maka kejadian itu pun sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memuji Allah lalu berkata, “Apa gerangan yang menimpa diri orang-orang yang menjauhkan dirinya dari sesuatu yang aku sendiri melakukannya. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling mengenal Allah dan paling takut kepada-Nya dibandingkan mereka semua.” (HR. Bukhari [7301]).
Bukhari meriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara umatku yang selalu menang hingga datang kepada mereka ketetapan Allah sedangkan mereka dalam keadaan menang.” (HR. Bukhari [7311]).
Ibnu Hajar menukil bahwa Al-Hakim meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Imam Ahmad, beliau mengatakan, “Apabila mereka itu bukan ahli hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka itu.” (Fath Al-Bari, 13/336).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian. Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan sampai-sampai apabila mereka memasuki lubang dhabb sekalipun maka kalian pun akan memasukinya.” Kami bertanya, “Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi” (HR. Bukhari [7320]).
Bukhari meriwayatkan dari Amr bin Al-’Ash radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihad kemudian benar maka dia akan mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad lalu salah maka dia akan mendapatkan satu pahala.” (HR. Bukhari [7352]).
Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud dua pahala adalah pahala ijtihad dan pahala benar, sedangkan yang dimaksud satu pahala adalah pahala ijtihad saja (lihat Fath Al-Bari, 13/365). Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizani mengatakan berdalil dengan hadits ini, “Dengan hal itu dapat dimengerti bahwa kebenaran di sisi Allah itu hanyalah satu tidak berbilang, dan menunjukkan bahwa orang yang benar di antara kedua ahli ijtihad [yang berselisih itu] hanya satu, tidak setiap mujtahid itu benar.” (Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 488).
Bukhari meriwayatkan dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu’anhu, bahwa dahulu ada seorang perempuan dari Anshar yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membicarakan sesuatu, maka Nabi pun memerintahkan sesuatu kepadanya. Lalu perempuan itu berkata, “Bagaimana pendapat anda wahai Rasulullah, jika saya tidak bertemu dengan anda?”. Maka beliau bersabda, “Jika kamu tidak bertemu denganku maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari [7360]).
Ibnu Hajar menerangkan bahwa keterangan sebagian ulama yang menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah khalifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pendapat yang benar, akan tetapi hal itu berupa isyarat saja bukan secara tegas (lihat Fath Al-Bari, 13/380).
Sumber: http://abu0mushlih.wordpress.com
Read More...
20 Kaidah Memahami Riba...
Sebelum membahas tentang kaidah-kaidah dalam riba, kita perlu memahami terlebih dahulu sebuah masalah penting yakni apa sebenarnya yang dimaksud barang-barang ribawi itu ?
Kita katakan, bahwasanya sebagian dari barang-barang ribawi telah diterangkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Dan sebagian yang lain telah ditambahkan oleh para ulama’ karena kesamaan ilat / sebab dengan barang-barang riba yang nabi sebutkan,seperti Emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma, garam dan anggur.
Dalam hadits Ma’mar dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa nabi bersabda,” makanan ditukar dengan makanan harus sama.”Apakah barang-barang ribawiyah itu hanya terdiri dari nama-nama yang nabi sebutkan atau setiap barang yang memiliki sifat seperti barang yang nabi sebutkan?
Pendapat pertama : Kaum Dzahiriyah mengatakan bahwasanya barang ribawiyah itu hanya nama-nama yang Nabi sudah sebutkan saja. Adapun selainnya maka tidak termasuk barang ribawiyah. Ini adalah pendapat Ibnu Uqail dari madzhab Hambali
Pendapat kedua : Bahwasanya barang-barang ribawiyah itu tidak hanya terbatas pada barang-barang yang disebutkan oleh nabi saja,namun juga tercakup setiap barang yang memiliki kesamaan sifat dengan barang-barang yang disebutkan nabi itu. Dari pendapat ini, para ulama kemudian berbeda pendapat tentang ilat ( sebab/alasan ) barang-barang yang disebutkan nabi sehingga disebut sebagai barang-barang ribawi. Sebagaimana yang kita sebutkan sebelumnya bahwa nabi menyebutkan barang-barang ribawiyah berupa emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma dan garam. Perbedaan pendapat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
* Pendapat pertama : Bahwa ilat dari emas dan perak adalah ukuran timbangan. Adapun barang-barang selainnya yang empat (yang tresebut dalam nash) adalah ukuran takaran. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Atas dasar pendapat inilah maka hukum riba berlaku pada setiap barang-barang yang dapat ditimbang-baik itu makanan atau selainnya- dan setiap barang-barang yang dapat di takar- baik itu makanan atau selainnya-. Atas dasar pendapat ini pula hukum riba berlaku untuk besi. Barangsiapa yang menukar besi dengan besi haruslah seukuran dan tunai,karena memiliki jenis yang sama (nanti akan dijelaskan dalam kaidah bahwa apabila barang yang ditukar itu adalah barang yang sejenis, maka haruslah seukuran dan tunai).Menurut pendapat ini maka hukum riba berlaku pada emas, besi, tembaga, kuningan , timah dll. Begitu pula berlaku pada barang-barang lain yang dapat ditimbang seperti kain, sutera, wol , kapas dan semua barang yang dapat ditimbang. Begitu pula hukum ini berlaku untuk barang-barang yang dapat ditakar seperti gandum halus, gandum kasar, kurma, beras dan semua benda cair, seperti minyak dan susu.Inilah pendapat pertama yaitu timbangan dan takaran. Dengan ilat ini berlakulah hukum riba untuk setiap barang yang dapat ditimbang dan ditakar baik berupa makanan atau selainnya.
* Pendapat kedua : Imam Syafii rahimahullah berpendapat bahwa illat (alasan) dari emas dan perak adalah karena keduanya merupakan standard harga untuk barang-barang lainnya ( alat tukar ). Adapun ke empat barang yang lainnya, maka illatnya adalah jenis makanan.
Atas dasar pendapat ini maka hukum riba berlaku untuk :
1. Emas dan perak saja. Adapun timah, besi, tembaga dsb, tidak berlaku hukum ribawi.
2. Jenis makanan. Maka setiap makanan termasuk barang ribawi, tidak terkait dengan kondisinya yang biasa ditimbang atau ditakar.
* Pendapat ke tiga : Imam Malik berpendapat bahwa illat dari emas dan perak adalah alat tukar. Adapun empat barang lainnya maka illatnya karena barang-barang tersebut merupakan makanan pokok dan makanan simpanan. Yaitu makanan sehari-hari dan makanan yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Seperti gandum, maka ia adalah makanan pokok dan biasa disimpan dalam waktu lama. Begitu pula gandum, syair, jagung dan jewawut.
* Pendapat ke empat : Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat bahwa ilat dari emas dan perak adalah alat tukar yaitu barang yang bisa digunakaan untuk pembayaran bagi barang selainnya. Adapun empat barang lainnya illatnya adalah makanan yang biasa ditakar atau ditimbang.
Sebagai contoh :
1. Pertukaran antara satu Apel dengan dua Apel. Apakah berlaku hukum riba ?
Menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali : Tidak berlaku hukum riba. Karena keduanya bukan termasuk barang yang biasa diukur dengan takaran atau timbangan,namun dengan jumlah atau bilangan. Menurut Madzhab Syafii : Berlaku hukum riba,karena apel adalah makanan.Menurut Madzhab Imam Malik : Tidak berlaku hukum riba, karena apel bukanlah emas, perak maupun makanan pokok yang biasa disimpan.
2. Satu sho’ gandum halus ditukar dengan dua sho’ gandum halus. Apakah berlaku hukum riba ?
Menurut madzhab Hanafi dan Hanbali : Berlaku hokum riba, karena pertukaran terjadi pada barang yang biasa diukur dengan takaran.Menurut madzhab Syafii : Berlaku juga, karena pertukaran terjadi pada makanan.Menurut madzhab Maliki : Berlaku, karena pertukaran terjadi pada makanan pokok yang biasa disimpan. Menurut Syaikhul Islam : Berlaku, karena pertukaran terjadi pada makanan yang biasa diukur dengan takaran.
3. Satu kilogram besi ditukar dengan dua kilogram besi.
Menurut madzhab Hanafi dan Hanbali : Berlaku karena besi termasuk barang yang biasa diukur dengan timbangan. Menurut madzhab Syafii : tidak berlaku, karena bukan emas atau perak. Bukan pula makanan pokok yang disimpan. Menurut syaikhul Islam : tidak belaku, karena ilat menurut beliau adalah alat tukar, makanan yang ditakar atau ditimbang.
4. Satu pena ditukar dengan dua pena
Menurut madzhab Hanafi dan Hambali : Tidak berlaku. Karena bukan termasuk barang yang biasa diukur dengan takaran maupun timbangan akan tetapi bilangan. Menurut Madzhab Syafii : Tidak berlaku. Karena bukan emas atau perak. Bukan pula makanan. Ilat yang digunakan pada madzhab ini adalah statusnya sebagai makanan atau alat tukar. Menurut Syaikul Islam : tidak berlaku. Karena ilat menurut beliau adalah alat tukar, makanan yang dapat ditimbang atau ditakar.
Kita mengetahui barang ribawiyah menurut Syaikul Islam adalah :
1. Barang yang menjadi alat tukar seperti Riyal, Dinar dan Pounds, serta apa saja yang menjadi alat tukar manusia.
2. Barang-barang yang menjadi makanan yang ditakar atau makanan yang ditimbang dan inilah pendapat yang rojih dalam masalah ini.
Inilah kaidah-kaidah yang harus dipahami dalam permasalahan riba:
KAIDAH PERTAMA
أن كل ربويين اتحدا في الجنس والعلة ( علة ربا الفضل ) ، فإنه يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرطان : التماثل ، والحلول والتقابض
Setiap barang yang jenis dan ilatnya sama maka boleh ditukarkan dengan berdasar pada dua syarat,yaitu sama banyaknya dan tunai.
Berdasarkan perkataan Syaikhul Islam, uang riyal termasuk barang Ribawi. Apabila riyal ditukar dengan riyal (keduanya sama jenis dan ilatnya) maka harus terpenuhi dua syarat :Sama banyak dan tunai.
Contoh:
* 10 riyal ditukar dengan 10 riyal, 50 riyal ditukar dengan 50 riyal, dan harus tunai dan barangnya ada ditempat (serah terima barang ditempat transaksi ). Karena terkadang transaksi secara tunai akan tetapi barangnya tidak ada ditempat. Hal ini terjadi dengan kesepakatan antara keduanya bahwa transaksi tunai tetapi tidak boleh langsung diambil. Seperti perkataan, “kamu datang 2 jam lagi baru kamu ambil barangnya”. Terkadang juga ada yang penyerahanya ditunda atau tunai akan tetapi barang tidak langsung diambil. Yang benar adalah tunai dan barang langsung diambil.
* Tukar menukar daging. Berdasarkan pendapat Syaikul Islam Ibn Taimiyah maka daging termasuk barang ribawi, karena daging adalah makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Maka tatkala saling menukar daging onta harus terpenuhi dua syarat; sama banyaknya dan langsung diserah terimakan.
* Gula termasuk barang ribawi karena termasuk makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Tatkala hendak tukar menukar gula maka wajib terpenuhi kedua syarat diatas.
KAIDAH KEDUA
كل ربويين اتحدا في علة ربا الفضل واختلفا في الجنس ، فيشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرط واحد ، وهو : الحلول والتقابض
Setiap barang ribawi yang ilatnya sama namun berbeda jenis barangnya apabila hendak ditukar maka disyaratkan harus tunai atau langsung diserah terimakan.
Contoh :
* Riyal ditukar dengan Pounds. Illatnya sama yaitu alat tukar. Maka syarat pertukarannya adalah tunai atau serah terima secara langsung. Adapun kesamaan jumlah maka ini bukan syarat.
* Daging onta dengan daging kambing. Ilat dari kedua barang ini adalah makanan yang lazimnya diukur dengan timbangan. Jenis dari kedua barang ini berbeda. Maka disyaratkan tunai dan diperbolehkan untuk melebihkan salah satu barang. Karena nabi bersabda,” Apabila jenis barang berbeda, maka juallah sekehendak kalian asalkan tunai.”
* Gandum kasar (Sya’ir) dengan gandum halus (Birr). Ilatnya sama yaitu makanan yang lazim diukur dengan takaran. Apabila keduanya hendak ditukar maka disyaratkan untuk tunai. Adapun harus sama banyaknya, maka ini bukanlah syarat. Kita diperbolehkan menjualnya sekehendak kita.
KAIDAH KETIGA
كل ربويين اتحدا في علة ربا الفضل واختلفا في الجنس ، وكان أحدهما نقداً ، فإنه لا يشترط شيء
Setiap barang ribawi yang ilatnya sama akan tetapi jenis barangnya berbeda dan salah satunya adalah emas atau perak maka tidak ada syarat apapun jika hendak ditukarkan.
Kaidah ini berlaku menurut madzhab Abu Hanifah dan Ahmad. Telah kita ketahui sebelumnya bahwa pendapat madzhab ini marjuh (lemah).
Contoh :
* Perak ditukar dengan tembaga. Ilat dari keduanya adalah timbangan. Perak dn tembaga keduanya lazim diukur dengan timbangan. Maka seperti ini boleh dijual dengan sekehendak hati,dan tidak disyaratkan harus tunai. Juga tidak disyaratkan harus sama ukurannya. Seandainya kita menjual 2 kg tembaga dengan 1 kg perak dengan tempo tertentu maka ini diperbolehkan.
* Emas dengan besi. Madzhab ini mengatakan bahwa ilatnya adalah timbangan. Oleh kerenanya tidak mengapa kita menjualnya sesuai dengan keinginan kita.
KAIDAH KEEMPAT
عن مبادلة نقد بنقد ، أو أوراق نقدية بأوراق نقدية ، أو عملات معدنية بأخرى ، فإذا اتحد الجنس ، فإنه يشترط شرطان : 1- التماثل والتساوي . 2- الحلول والتقابض .وأما إذا اختلف الجنس ، فإنه يشترط شرط واحد فقط ، وهو الحلول والتقابض
Tukar menukar An-Naqd (mata uang logam) atau antara uang kertas dengan uang kertas ( atau barang logam dengan yang lainnya), jika sama jenisnya maka harus memenuhi dua persyaratan, yaitu (1) sama ukurannya dan (2) serah terima secara tunai. Adapun apabila berbeda jenisnya maka syaratnya hanya satu,yaitu serah terima secara tunai
* Contoh barang yang sejenis :Riyal saudi ditukar dengan riyal saudi. Contoh an Naqd dengan an Naqd ( para ulama apabila menyebutkan an Naqd maka yang dimaksudkan adalah emas dan perak ). Emas dengan emas.
* Contoh yang berbeda jenis yaitu emas dengan perak. Maka dipersyaratkan harus tunai. Contoh lainnya adalah jika kita menjual emas dan uang lembaran. Keduanya berbeda jenis dengan ilat yang sama yaitu alat tukar. Maka disyaratkan harus tunai. Atau jika kita menjual perak dengan uang lembaran maka syaratnya adalah tunai.
KAIDAH KELIMA
كل ربويين اختلفا في العلة ، فلا يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر لا الحلول والتقابض ، ولا التساوي والتماثل
Setiap barang ribawi yang berbeda ilatnya, maka tidak disyaratkan tunai, juga tidak disyaratkan sama ukurannya.
Jika kita menukar barang ribawi satu dengan yang lainnya padahal ilatnya berbeda maka tidak ada syarat apapun yang harus dipenuhi.
* Riyal dengan kurma. Ilat dari riyal adalah alat tukar. Adapun kurma maka ilatnya adalah makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi untuk saling menukarnya.
* Gandum halus dengan emas. Gandum halus ilatnya adalah makanan yang lazim diukur dengan takaran. Adapun emas ilatnya adalah alat tukar.
* Sya’ir (Gandum kasar) dengan perak. Maka tidak ada syarat untuk keduanya.
KAIDAH KEENAM
عند مبادلة ربوي بغير ربوي ، أو مبادلة عوضين غير ربويين ، فإنه لا يشترط الحلول والتقابض ولا التساوي والتماثل
Tukar menukar barang ribawi dengan barang bukan ribawi, atau saling menukar antara barang bukan ribawi, maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi.
Dalam kaidah in ada 2 bentuk transaksi.
1. Tukar menukar antara barang ribawi dengan barang bukan ribawi, maka tidak ada syarat untuk keduanya. Contoh :
* Emas dengan pakaian.
* Emas dengan buah jeruk,
* Riyal dengan pakaian.
Tidak ada syarat dalam pertukaran ini. Kita boleh menjual sekehendak kita. Tidak harus sama, tidak pula harus tunai.
2. Tukar menukar barang bukan ribawi. Tidak dipersyaratkan apa-apa dan tidak ada ilat pada kedua barang tsb.
Contoh :
* Pakaian dengan kitab –keduanya bukan barang ribawi-,
* mobil dengan buku,
* pakaian dengan rumah.
Ini semua bukan barang ribawi. Tatkala kita hendak menukar barang –ribawi dengan barang bukan ribawi atau dua-duanya bukan barang ribawi, maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi.
KAIDAH KETUJUH
لا أثر لاختلاف النوع أو الجودة والرداءة عند اتحاد الجنس الربوي ، ففي هذه الحال يشترط التساوي والتماثل ، وكذلك الحلول والتقابض
Perbedaan jenis atau kualitas bukan faktor yang diperhitungkan pada barang ribawi sejenis .Yang dipersyaratkan adalah persamaan ukuran dan harus tunai.
Tatkala hendak tukar menukar barang ribawi yang sejenis maka harus sama jumlah ukurannya dan tunai, meskipun terdapat perbedaan kualitas.
Contoh : Pertukaran antara kurma dengan kurma. Keduanya memiliki jenis yang sama. Maka wajib dilakukan secara tunai dan sama ukurannya. Jika satu sho’ maka ditukar dengan satu sho’. Meskipun salah satu kurma dengan kualitas bagus dan yang lainnya jelek, tetap tidak boleh kita mengatakan kita tukar 1 sho’ kurma macam yang ini dengan 2 sho macam yang itu. Perbedaan macam kurma tidaklah berpengaruh karena perbedaan macam pada jenis yang sama tidaklah berpengaruh.
Demikian pula kualitas. Ini kualitas bagus dan ini kualitas buruk. Ini kurma merek A berkualitas bagus dan ini kurma merek B berkualitas buruk. Meskipun ada perbedaan, yang satu kurma baru dan yang lainnya kurma lama, tetap harus sama ukurannya.
Keterangan ini berdasar pada hadits Abu Said tatkala mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam di Khaibar. Iapun datang dengan membawa kurma janiiib ( kualitas baik ) yang masih baru. Nabipun bertanya,” apakah semua kurma Khaibar seperti ini ?” para sahabat menjawab,” Tidak wahai Rosulullah. Kami mengambil satu sho kurma janiib dengan dua sho’ kurma al jam’u ( kualitas buruk ).” Nabi bersabda,” jauhkan dia. Ini adalah salah satu jenis riba.”
Hadits ini menunjukkan bahwa perbedaan macam atau kualitas barang tidak berpengaruh selama masih dalam jenis yang sama.
Contoh :
* Gandum. Gandum memiliki macam yang beragam. ( al khintoh, al laqiimi, dan al Miayyah ). Maka tatkala al khintoh ditukar dengan al khintoh harus secara tunai dan sama jumlahnya.
* Daging. Apabila berbeda macamnya (sapi misalnya ) daging sapi irab dengan sapi jamuus, Apabila hendak ditukar antara ini dan itu selama keduanya masih sama-sama daging sapi maka harus secara tunai dan sama banyaknya.
* Susu.
* Daging kambing. Apabila ditukar daging domba dengan daging kambing namun dengan penambahan maka ini termasuk riba. Perbedaan macam kambing ini tidak dilihat dan hanyalah harus terpenuhi syarat tunai dan sama ukurannya.
KAIDAH KEDELAPAN
ما اشترط فيه التماثل والتساوي ، فلا بُدَّ أن يكون التساوي والتماثل بمعياره الشرعي: كيلاً في المكيلات ، ووزناً في الموزونات
Setiap kondisi yang disyaratkan harus sama jumlah ukurannya maka harus benar-benar sama menurut ukuran standard yang diakui oleh syariat. Dengan takaran yang standard jika barang takaran dan dengan timbangan standard jika barang timbangan.
Kapan disyaratkan harus sama ukurannya ? Yakni apabila pertukaran terjadi pada barang ribawi yang sama jenisnya.Apabila disyaratkan harus sama maka harus disamakan menurut ukuran standard syar’i. Tidak boleh dengan ukuran sembarangan. Karena barang-barang ribawi ini memiliki ukuran standard secara syar’i. Nabi bersabda,” Emas dengan Emas, seukuran dengan ukuran yang sama. Perak dengan perak, seukuran dengan ukuran yang sama.” Oleh karenanya apabila seseorang menukar 1 sho’ emas dengan 1 sho’ emas, hal ini termasuk riba meskipun kelihatannya sama. Mengapa demikian ? karena tidak menggunakan ukuran standard yang diakui oleh syariat.
Seandainya kita ambil emas pertama yang diukur dengan sho’ (satuan volume) dan kita timbang dengan timbangan standardnya. Kemudian kita ambil emas kedua dan kita timbang dengan timbangan standardnya, tentu kita akan mendapatkan perbedaan.
Demikian halnya dengan barang lain. Apabila kita menimbang barang yang lazimnya ditakar (berdasar satuan volume) atau menakar barang yang lazimnya ditimbang (berdasar satuan berat) maka hal ini termasuk dalam praktek riba. Contohnya perak. Ukuran standard menurut syariat adalah dengan timbangan. Akan dijelaskan tentang kaidah ukuran standard. Insyaallah.
Tatkala 10 kg gandum ditukar dengan 10 kg gandum maka ini termasuk riba. Karena kita menggunakan ukuran timbangan (satuan berat). Padahal gandum ukuran standardnya adalah takaran (berdasar satuan volume). Adapun kg atau gram adalah ukuran timbangan (berat). Pertukaran ini harus diukur dengan standard syar’i. Gandum adalah barang yang lazim ditakar. Maka kita mengukurnya dengan alat ukur seperti sho’, wasq, mud dsb. Adapun barang-barang timbangan diukur dengan alat timbangan seperti kg, gram, pound dll.
KAIDAH KESEMBILAN
عند مبادلة ربوي بربوي آخر، لا يُشترط المعيار الشرعي عند عدم اشتراط التساوي
Para pertukaran barang-barang ribawi, tidak dipersyaratkan menggunakan ukuran standard apabila tidak ada syarat harus sama ukuran jumlahnya.
Demikian pula pada pertukaran barang ribawi dengan barang bukan ribawi. Tidak dipersyaratkan menggunakan ukuran standard syar’i.Pada pertukaran barang ribawi dengan barang ribawi jenis lainnya, tidak dipersyaratkan harus dengan ukuran standard. Mengapa ? karena beda jenis maka tidak dipersyaratkan harus sama jumlahnya.
Dipersyaratkan harus menggunakan ukuran standard syar’i apabila terjadi pada barang-barang yang dipersyaratkan harus sama ukurannya karena sama jenisnya. Adapun jika kita tukarkan barang ribawi dengan barang ribawi jenis lainnya maka kita boleh mengukurnya sesuai dengan kehendak kita. Baik pada barang-barang takaran maupun timbangan.
Contoh : barang ribawi dengan barang ribawi jenis lain
* Pertukaran emas dengan kurma. Sama saja apakah dengan timbangan, takaran atau tidak diukur sama sekali. Kurma lazimnya diukur dengan takaran. Akan tetapi apabila hendak kita tukar dengan emas atau riyal maka tidak mengapa kita mengukurnya dengan timbangan. Begitu pula emas.
* Gandum halus dengan gandum kasar. Keduanya lazim diukur dengan takaran. Selama tidak dipersyaratkan harus sama ukurannya maka tidak disyaratkan pula harus diukur dengan ukuran standard. Juallah 1 sho’ gandum kasar dengan 2 sho ‘ gandum halus. Atau 10 kg gandum kasar dengan 20 kg gandum halus. Atau juga 1 sho’ gandum kasar dengan 10 kg gandum halus. Diukur dengan timbangan atau takaran, semua boleh. Akan tetapi harus tunai.
Contoh Pertukaran barang yang berbeda dan tidak sama jenisnya :
* Kurma dengan riyal, maka hal ini tidak mengapa. Misalnya apabila kita membelinya dari pedagang kurma. Bukannya menakar, pedagang itu malah menimbangnya. Ini boleh. Mengapa demikian ? Karena kita tidak diharuskan untuk menyamakan ukuran. Antara kurma dan riyal berbeda jenisnya.
* Demikian pula contohnya apabila kita membeli beras. Kemudian diberikan 2 kg beras (bukan dengan ukurun sho’).Ini tidak mengapa. Kita tidak membeli barang ribawi yang sejenis, akan tetapi beda jenis. Dalam konteks ini, kita tidak dipersyaratkan harus menggunakan ukuran standard syar’i kerena kita tidak disyaratkan untuk menyamakan ukuran.
Begitu pula jika kita mengganti atau menukar barang ribawi dengan barang bukan ribawi. Atau tukar menukar barang yang bukan ribawi, maka tidak ada syarat menggunakan ukuran standard. Seperti kita menukar baju dengan baju.
Mengapakah para ulama mensyaratkan untuk menggunakan alat ukur yang standard ? Tidak lain supaya terwujud kesamaan dengan sebenarnya. Nabi bersabda:
مثلاً بمثل سواءً بسواء
” misal dengan semisalnya dan sama dengan persamaannya.”
Tidaklah terwujud persamaan ini kecuali dengan ukuran yang standard.
KAIDAH KESEPULUH
ما كان في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عند أهل المدينة مكيلاً فهو مكيل ، وما كان في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عند أهل مكة موزوناً فهو موزون إلى يوم القيامة
Barang apa saja yang dikenal oleh penduduk Madinah pada zaman nabi sebagai barang yang lazim diukur dengan takaran maka ia diukur dengan takaran.. Barang apa saja yang dikenal oleh penduduk Makkah pada zaman nabi sebagai barang yang lazim diukur dengan timbangan maka dia diukur dengan timbangan selamanya hingga hari kiamat.
Kaidah inilah yang ingin kita jelaskan terkait dengan landasan penggolongan barang yang ditimbang atau barang yang ditakar. Persisnya tatkala kita hendak menukar barang ribawi yang sejenis sehingga dipersyarakan untuk sama berdasar ukuran standard syariat. Dari sini timbul pertanyaan, barang apa saja yang ukuran standarnya adalah timbangan ? barang apa saja yang ukuran standardnya takaran ? maka kita jelaskan, bahwasanya dalam kaidah ini terdapat patokan-patokan sbb :
1. Seluruh biji-bijian termasuk barang yang ditakar.Hal ini mencakup banyak barang seperti gandum halus, gandum kasar, jewawut, kacang, dsb.
2. Seluruh benda cair adalah barang yang ditakar ( susu, yogurt, minyak, madu dsb..) maka tatkala hendak bertukar antara madu dengan madu, harus diukur dengan takaran. Begitu pula gandum dengan gandum, harus diukur dengan takaran pula.
3. Seluruh benda logam adalah barang yang diukur dengan timbangan seperti besi, tembaga, kuningan dsb. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi dan Hanbali. Yang benar, tidaklah berlaku hukum riba kecuali pada emas dan perak. Sedangkan menurut pendapat Syaikul Islam, maka emas dan perak dan apa-apa yang termasuk alat tukar atau alat pembayaran.
4. Bulu dan sejenisnya termasuk barang-barang yang diukur dengan timbangan seperti wool, sutera, kapas dll. Segala hal yang menjadi bahan baku pakaian termasuk barang yang diukur dengan takaran.
5. Kurma dan sejenisnya termasuk barang yang diukur dengan takaran.
Kaidah mengatakan bahwa barang apa saja yang dikenal dikalangan penduduk madinah pada zaman nabi sebagai barang takaran, maka barang itu dianggap barang yang diukur dengan takaran. Hal ini berlaku selamanya. Seperti biji-bijian dan benda-benda cair. Demikian pula setiap barang yang dikenal oleh penduduk Makkah pada zaman nabi sebagai barang timbangan maka dianggap sebagai barang yang diukur dengan timbangan selamanya. Seperti benda logam, emas & perak. Hal ini ditunjukkan oleh hadits nabi yang berbunyi,” takaran itu dengan takarannya penduduk madinah dan timbangan itu dengan timbangannya penduduk Makkah.”
Sebagian ulama berkata,” emas dan perak diukur dengan timbangan, adapun empat barang ribawi lainnya diukur dengan takaran. Adapun selainnya maka dikembalikan menurut kebiasaan masyarakat setempat.” Contoh, menukar sekantong beras dengan sekantong beras. Hal ini tidak boleh. Karena baras termasuk barang ribawi. Tidak boleh ditukar dalam keadaan belum diukur dengan ukuran standard syariat.
KAIDAH KESEBELAS
كلُّ ما حرم فيه التفاضل حرم فيه النسأ ، لا العكس
Setiap barang yang haram untuk dilebihkan haram pula untuk ditunda pembayarannya. Dan tidak berlaku sebaliknya.
Kapan barang diharamkan untuk dilebihkan? Yaitu tatkala sama jenisnya. Maka haram pula untuk ditunda pembayarannya.
Contoh, emas dengan emas. Haram untuk dilebihkan. Kita tidak boleh menjual 100 kg emas dengan 120 kg emas. Maka haram pula untuk ditunda pembayarannya. Kita tidak boleh menukar emas dan emas dengan tempo. Kaidah ini tidak berlaku untuk kasus sebaliknya. Terkadang haram untuk ditunda pembayarannya akan tetapi tidak diharamkan untuk dilebihkan. Seperti emas dan perak. Haram untuk menunda pembayaran, harus tunai, akan tetapi tidak haram untuk melebihkan salah satunya. Jadi boleh kita menjual 100 gr emas dengan 200 gr perak.
KAIDAH KEDUA BELAS
الزيادة في الدين مقابل الأجل ربا
Bertambahnya hutang untuk menunda pembayaran ( hutang berbunga ) adalah riba.
Ini adalah praktek riba jahiliyyah. Sebagai gambaran, seseorang memberi hutang kepada orang lain. Saatnya tiba waktu pembayaran, ia mengatakan ,” pilih engkau lunasi hutangnya atau engkau tambah bunganya.” Seseorang menghutangi 100 gr emas. Saatnya pembayaran tiba, ia mengatakan,” kamu lunasi atau engkau tambahi.” Penambahan jumlah ini dikerenakan penambahan tempo pembayaran.
KAIDAH KETIGA BELAS
إذا تعذّر التساوي في الربوي من جنس واحد لسببٍ في الجنس أو لسببٍ خارج لم تصحّ المعاوضة
Apabila terdapat keadaan yang membuat tidak sempurnanya sifat sama pada salah satu jenis barang ribawi disebabkan oleh jenis atau sebab lain maka tidak sah penggantinya.
Apabila pertukaran terjadi pada barang ribawi sejenis maka disyaratkan adanya persamaan atau serah terima secara kontan. Oleh karenanya apabila tidak sempurna persamaan jumlah barang disebabkan jenis barang itu sendiri atau sebab lain maka tidak sah pertukarannya.
Misalnya, tatkala kita menjual roti yang terbuat dari gandum dengan gandum. Disini terdapat cacat persamaan jumlah barang. Karena gandum diukur dengan takaran (ukuran volume) sedangkan roti tidak mungkin diukur dengan takaran. Akan datang penjelasan tentang hukum apabila barang-barang ribawi yang tidak lagi dapat diukur dengan timbangan atau takaran lantaran telah diproses menjadi produk lain. Apakah barang tersebut masih tetap termasuk barang ribawi atau telah berubah ? disini terdapat perbedaan pendapat. Yang terpenting apabila kita menukar roti yang terbuat dari gandum dengan gandum, kita katakan bahwa persamaan jumlah disini tidak sempurna. Karena gandum diukur dengan takaran adapun roti tidak lazim diukur dengan takaran.
KAIDAH KEEMPAT BELAS
كل شيئين جمعهما اسم واحد من أصل الخلقة فهما جنس واحد ، فالجنس : ماله اسم خاص يشمل أنواعاً ، والنوع : هو الشامل لأشياء مختلفة بأشخاصها
Dua barang yang terbuat dari satu bahan yang sama, maka keduanya adalah sejenis. Jenis adalah sesuatu yang memiliki nama khusus, mencakup berbagai macam/tipe. Adapun yang dimaksud Tipe/Macam: mencakup semua item dengan karakter yang berbeda-beda.
Kaidah ini menerangkan pengertian jenis dan macam.
* Gandum adalah jenis yang mencakup berbagai macam yang berbeda. Gandum ada beberapa macam. Seperti khintoh, laqimi, maiyah, dsb.
* Kurma adalah jenis yang mencakup kurma ajwah, kurma sukari, kurma barkhi dsb.
* Daging adalah jenis yang mencakup daging onta, daging kambing, daging sapi dsb.
* Kambing adalah jenis yang mencakup domba, kibasy dsb.
Contoh kasus : al khintoh adalah macam dari jenis gandum. Jenisnya gandum ,sedangkan macam/tipenya khintoh. Apabila kita memiliki sekantong gandum al khintoh, dan sekantong lagi gandum al khintoh. Kedua kantung ini macamnya sama, namun bisa berbeda pada dzatnya atau sifatnya. Maka macam barang mencakup atas item-item yang berbeda. Apabila memliki perbedaaan tipe/maca maka ini disebut jenis barang.
Contoh lain : kurma as sukary. Kita punya 3 kantong kurma as sukary. Tiga kantong ini dinamakan macam. Mengapa? Karena sudah terpecah menjadi item-item yang berbeda.
Telah kita bahas bahwa pertukaran barang yang sejenis tidak melihat kepada perbedaan macam. Tatkala kita hendak menukar gandum dengan gandum, kita tidak melihat perbedaan macamnya. Jika kita menukar gandum khintoh dengan gandum laqiim atau maiyah maka tetap diharuskan tunai dan dalam jumlah yang sama. Apalagi jika barangnya semacam seperti khintoh dengan khintoh.
KAIDAH KELIMABELAS
فروع الأجناس إذا بيعت بجنسها اشترط فيها التساوي في الصفة المقصودة بالعقد
Jenis barang yang bermacam-macam apabila dijual dengan jenisnya disyaratkan adanya kesamaan sifat yang dimaksudkan dalam akad.
Gandum halus jenis daqiiq apabila ditukar dengan gandum halus jenis daqiiq maka disyaratkan harus sama dalam tingkat kehalusannya. Tidak boleh menjual 1 sho’ gandum halus jenis daqiiq dengan 1 sho’ gandum halus jenis jurais – beda tingkat kehalusan-, karena tidak sama.
Tatkala kita membeli khintoh dengan khintoh atau maiyah dengan maiyah –macam gandum-, maka tidak ada pengaruh perbedaan macam selama masih dalam jenis yang sama. Atau tatkala kita membeli daging domba dengan daging kambing, maka ini tidak ada perbedaan, diharuskan sama dan tunai.
KAIDAH KEENAM BELAS
ما خرج عن القوت بالصنعة فليس بربوي ، بل هو جنس قائم بنفسه
Bahan makanan yang sudah diubah menjadi produk lain bukan lagi termasuk barang ribawi. Akan tetapi sudah menjadi jenis barang tersendiri.
Kaidah ini berdasar pada pendapat Syaikul Islam. Adapun pendapat yang mashur dari madzhab Hanbali dan Hanafi bahwa hal itu tidak bersifat mutlaq. Ada dua keadaan :
1. Pertukarannya dengan jenis lain ( meskipun bahan aslinya satu ) maka ini boleh. Seperti pertukaran roti dengan bubur.
2. Pertukarannya dengan jenis yang sama. Seperti roti dengan roti, bubur dengan bubur. Maka dalam hal ini diharuskan sama.
Yang paling penting diperhatikan dari kaidah ini adalah : Apabila barang yang lazim ditakar atau ditimbang sudah berubah lantaran diolah menjadi produk baru, apakah masih tetap termasuk barang ribawi ?
Menurut Syaikhul islam : barang timbangan atau takaran yang berubah lantaran diolah menjadi produk baru maka sudah bukan lagi barang ribawi meskipun dijual dengan yang sejenisnya.
* Seandainya kita tukarkan 1 sho’ gandum yang sudah diubah menjadi roti dengan 2 sho’ gandum yang masih asli, maka hal ini boleh menurut Syaikhul Islam. Karena beliau mengatakan bahwa gandum yang sudah diolah menjadi roti bukan lagi termasuk barang ribawi meskipun kita jual dengan yang sejenisnya. Setiap yang diolah maka ia sudah tidak lagi termasuk barang ribawi.
* Contoh lagi pada barang yang ditimbang- Syaikul islam tidak memandang adanya ilat pada barang yang ditimbang, beliau tidak memandang bahwa sebab barang masuk dalam kategori ribawi itu karena barang yang ditimbang. Seperti jika kita menjual bejana dari besi dengan besi. Maka besi yang sudah diolah menjadi bejana bukan lagi masuk barang ribawi. Sehingga boleh kita menjual ketel dari besi dengan besi mentah. Sama saja apakah dengan ukuran sama atau dilebihkan, tunai atau tempo, semuanya boleh dilakukan. Syaikhul Islam berpendapat, apabila barang sudah bukan lagi barang ribawi lantaran telah diolah menjadi produk lain maka tidak lagi berlaku hokum-hukum ribawi.
Pendapat yang masyhur dari madzhab Hanbali dan Hanafi adalah barang-barang ribawi yang ditakar apabila telah diolah menjadi produk lain maka tetap dalam statusnya barang ribawi. Tidak boleh tukar-menukar gandum dengan roti juga tidak boleh roti dengan roti kecuali dengan syarat harus sama jumlahnya. Roti ditukar dengan roti sah jika sama keringnya. Adapun roti dengan gandum hal ini tidak sah menurut madzhab ini.
Dalam hal barang-barang yang ditimbang, mereka memandang bahwa barang-barang yang sudah diolah menjadi produk lain bukan lagi barang ribawi. Maka boleh menukarkan 1 ketel dari besi dengan 2 ketel. Meskipun keduanya berasal dari besi. Mereka membedakan antara barang timbangan dan barang takaran. Adapun syaikul islam memandang bahwa setelah barang ribawi itu berubah menjadi barang bukan ribawi lantaran sudah diolah menjadi produk lain-baik yang ditimbang maupun yang ditakar- maka tidak lagi berlaku hokum ribawi.
KAIDAH KETUJUH BELAS
لا أثر للصياغة المباحة عند المبادلة
Tidak berlaku ongkos tambahan pembuatan dalam tukar menukar barang.
Kaidah ini berbeda dengan pendapat Syaikul Islam. Beliau berpendapat bahwa ongkos pembuatan berpengaruh. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa biaya tambahan untuk ongkos pembuatan tidak berpengaruh dalam pertukaran. Maka tatkala kita menukar emas yang telah dibentuk dengan emas yang belum dibentuk kemudian diberikan tambahan biaya pembuatan maka hal ini termasuk dalam riba. Hal ini didasari oleh hadits Fudholah bin Ubaid bahwa dia membeli cincin dengan dinar yang ada mutiaranya. Maka tatkala hendak dilepaskan ada biaya tambahan. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,” jangan hingga kamu melepaskannya.” Selain itu nabi juga bersabda,” emas dengan emas yang setara. Perak dengan perak. Syang setara”
Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama yaitu pembuatan tidaklah berpengaruh. Ini merupakan kebalikan dari pendapat Syaikhul Islam Ibn Taimiyah. Jika kita menginginkan adanya tambahan dari ongkos pembuatan maka kita katakan bahwa ini tidak boleh dan jatuh kepada riba. Haditsnya jelas,” emas dengan emas, perak dengan perak, yang sama dan semisal”
KAIDAH KEDELAPAN BELAS
مبادلة الربوي بجنسه ومعهما أو مع أحدهما من غير جنسهما
Menukar barang ribawi dengan sejenisnya yang terdapat pada salah satu atau keduanya barang lain yang tidak sejenis.
Para ulama menamainya sebagai( مسألة مدّ عجوة ودرهم) masalah “ mud kurma ajwah dan dirham” . Ajwah merupakan salah satu jenis kurma madinah. Permasalahan yang dikenal dengan“mud kurma ajwah dan dirham” ini ada 2 gambaran:
1. Pertukaran barang ribawi dengan sejenisnya yang pada keduanya ada barang lain yang tidak sejenis.
2. Pertukaran barang ribawi dengan sejenisnya, pada salah satunya terdapat barang lain yang tidak sejenis.
* Contoh gambaran A :
Menukar 1 mud kurma ajwah dengan 1 mud kurma ajwah. Pada keduanya terdapat barang lain yang tidak sejenis. Yang pertama ada dirhamnya yang kedua juga ada dirhamnya. Jumhur ulama mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak boleh. Karena ada unsur tipu muslihat pada barang ribawi yang sejenis dengan penambahan. Syaikul Islam berpendapat boleh jika jumlah mud keduanya sama dan jumlah dirhamnya juga sama.
* Contoh gambaran B :
Satu mud kurma ajwah yang disertai dirham dengan 2 mud kurma ajwah. Jumhur berpendapat tidak boleh. Adapun pendapat kedua mengatakan jika mud ditukar mud dan dirhamnya sebagai pembayaran atas kelebihannya, maka ini boleh.
Tatkala kita membeli perhiasan intan dari pembuatnya. Kita memberinya perhiasan lama, kemudian kita mengambil perhiasan baru. Pembuat perhiasan meminta kita harus menambah, apakah ini boleh ? atau kita memberi 20 gr perhiasan lama dan mengambil 15 gr perhiasan baru yang sudah dibentu, apakah ini boleh ?
Ini masuk dalam masalah “mud kurma ajwah dan dirham”. Karena kita telah menukar barang ribawi dengan sejenisnya, pada salah satunya terdapat uang dirham yang bukan dari jenisnya, menurut jumhur ulama ini boleh. Menurut Syaikhul Islam apabila tambahannya sebagai biaya pembuatan barang maka hal ini boleh. Akan tetapi pendapat yang benar adalah tidak boleh menukar karena hadits telah jelas menerangkan,” emas dengan emas…..” demikian pula kisah Fudholah ketika membeli cincin yang ada mutiaranya dengan dinar maka Nabi bersabda,” jangan sampai kamu lepaskan mutiaranya.” maka yang benar menukar barang ribawi dengan jenisnya tidak dibenarkan adanya tambahan. Harus sama antara keduanya dalam timbangan. Tdiak berpengaruh ongkos pembuatan. Sebagaimana kami jelaskan sebelumnya,bahwa macam barang itu tidak berpengaruh apa-apa. Solusinya, kita jual perhiasan lama kita dan kita tahan dirhamnya,baru kemudian uangnya kita gunakan untuk membeli yang baru. Akan tetapi yang menjadi masalah, sebagian pembuat perhiasan itu mengatakan,” aku akan membeli darimu dengan syarat kamu nanti harus membeli dariku.” Maka kita katakan,” disini kita terjatuh dalam riba, yaitu emas ditukar emas dengan tambahan. Karena syaratnya adalah kita menjual kepadanya dan kitapun harus membeli darinya. Ini seolah-olah kita menukar emas dengan emas dengan harga tambahan. Imam Ahmad mengatakan,” engkau jual barangmu dan ambil harganya. Lalu cari tempat lain. Ini dilakukan untuk menghindari syubhat riba. Jika ternyata tidak menemukan tempat lain yang bisa memenuhi kebutuhan kita maka tidak mengapa kembali ketempat semula.”
KAIDAH KESEMBILAN BELAS
الشكّ في المماثلة كتحقّق المفاضلة
Keraguan terhadap kesamaan ukuran dihukumi seperti adanya penambahan.
Jika terjadi keraguan apakah ukuran barang sudah sama atau belum, maka dianggap adanya penambahan. Dengan demikian wajib bagi kita memastikannya dengan menggunakan ukuran standard syariat. Tidak mengetahui bahwa barang itu seukuran sama saja artinya dengan mengetahui bahwa barang itu ada kelebihan.
KAIDAH KEDUAPULUH
قبض الشيك أو السند عند صرف العملات ، هل يقوم مقام العملة ؟
Apakah cek atau giro dapat mengantikan uang dalam pembayaran ?
Ini adalah permasalahan modern yang terjadi tatkala menukar barang yang mengharuskan pembayaran tunai. Contoh emas dengan riyal. Ketika hendak membeli emas, kita diharuskan untuk membayar tunai karena bertemunya 2 barang ribawi. Kitapun lantas memberikan cek sebagai ganti uang riyal. Apakah cek ini bisa menggantikan posisi uang secara syariat? Para ulama kontemporer berbeda pendapat.
Sebagian mereka berpendapat bahwa cek bisa menggantikan uang. Penggunaan cek untuk jual beli telah menjadi kebiasaan manusia zaman ini. Maka cek menggantikan dirham. Maka tatkala kita membeli emas dan kita menyerahkan cek hukumnya boleh.
Pendapat sebagian yang lainnya adalah bahwa cek tidak dapat menggantikan dirham. Tatkala kita membeli emas atau perak atau pounds dengan riyal Saudi, tidak cukup dengan memberikan cek. Karena pemberian cek tidak dianggap sebagai pembayaran tunai. Alasannya yaitu apabila cek ini hilang atau terbakar apakah akan kembali kepada yang memberi cek atau tidak ? jawabnya adalah kembali. Ini menunjukkan bahwa cek tidaklah tunai. Berbeda keadaannya apabila dalam posisi dirham. Jika kita mengambil emas dan kita beri 1000 riyal dan ternyata hilang atau terbakar riyal itu, apakah dianggap tunai ? jawabnya iya. Apakah akan kembali kepada yang punya ? jawabnya tidak. Adapun cek akan kembali. Ini menunjukkan cek tidak dianggap kontan.
Pendapat ketiga mengatakan hal ini perlu perincian. Jika ceknya asli maka boleh. Jika ceknya kosong maka tidak boleh. Karena cek asli senilai dengan harga yang tercantum. Dan pendapat ketiga inilah yang lebih dekat kepada kebenaran. Allahu alam.
Sumber : Situs Syaikh Kholid bin Ali Al Musyaiqih
Read More...
Kita katakan, bahwasanya sebagian dari barang-barang ribawi telah diterangkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Dan sebagian yang lain telah ditambahkan oleh para ulama’ karena kesamaan ilat / sebab dengan barang-barang riba yang nabi sebutkan,seperti Emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma, garam dan anggur.
Dalam hadits Ma’mar dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa nabi bersabda,” makanan ditukar dengan makanan harus sama.”Apakah barang-barang ribawiyah itu hanya terdiri dari nama-nama yang nabi sebutkan atau setiap barang yang memiliki sifat seperti barang yang nabi sebutkan?
Pendapat pertama : Kaum Dzahiriyah mengatakan bahwasanya barang ribawiyah itu hanya nama-nama yang Nabi sudah sebutkan saja. Adapun selainnya maka tidak termasuk barang ribawiyah. Ini adalah pendapat Ibnu Uqail dari madzhab Hambali
Pendapat kedua : Bahwasanya barang-barang ribawiyah itu tidak hanya terbatas pada barang-barang yang disebutkan oleh nabi saja,namun juga tercakup setiap barang yang memiliki kesamaan sifat dengan barang-barang yang disebutkan nabi itu. Dari pendapat ini, para ulama kemudian berbeda pendapat tentang ilat ( sebab/alasan ) barang-barang yang disebutkan nabi sehingga disebut sebagai barang-barang ribawi. Sebagaimana yang kita sebutkan sebelumnya bahwa nabi menyebutkan barang-barang ribawiyah berupa emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma dan garam. Perbedaan pendapat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
* Pendapat pertama : Bahwa ilat dari emas dan perak adalah ukuran timbangan. Adapun barang-barang selainnya yang empat (yang tresebut dalam nash) adalah ukuran takaran. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Atas dasar pendapat inilah maka hukum riba berlaku pada setiap barang-barang yang dapat ditimbang-baik itu makanan atau selainnya- dan setiap barang-barang yang dapat di takar- baik itu makanan atau selainnya-. Atas dasar pendapat ini pula hukum riba berlaku untuk besi. Barangsiapa yang menukar besi dengan besi haruslah seukuran dan tunai,karena memiliki jenis yang sama (nanti akan dijelaskan dalam kaidah bahwa apabila barang yang ditukar itu adalah barang yang sejenis, maka haruslah seukuran dan tunai).Menurut pendapat ini maka hukum riba berlaku pada emas, besi, tembaga, kuningan , timah dll. Begitu pula berlaku pada barang-barang lain yang dapat ditimbang seperti kain, sutera, wol , kapas dan semua barang yang dapat ditimbang. Begitu pula hukum ini berlaku untuk barang-barang yang dapat ditakar seperti gandum halus, gandum kasar, kurma, beras dan semua benda cair, seperti minyak dan susu.Inilah pendapat pertama yaitu timbangan dan takaran. Dengan ilat ini berlakulah hukum riba untuk setiap barang yang dapat ditimbang dan ditakar baik berupa makanan atau selainnya.
* Pendapat kedua : Imam Syafii rahimahullah berpendapat bahwa illat (alasan) dari emas dan perak adalah karena keduanya merupakan standard harga untuk barang-barang lainnya ( alat tukar ). Adapun ke empat barang yang lainnya, maka illatnya adalah jenis makanan.
Atas dasar pendapat ini maka hukum riba berlaku untuk :
1. Emas dan perak saja. Adapun timah, besi, tembaga dsb, tidak berlaku hukum ribawi.
2. Jenis makanan. Maka setiap makanan termasuk barang ribawi, tidak terkait dengan kondisinya yang biasa ditimbang atau ditakar.
* Pendapat ke tiga : Imam Malik berpendapat bahwa illat dari emas dan perak adalah alat tukar. Adapun empat barang lainnya maka illatnya karena barang-barang tersebut merupakan makanan pokok dan makanan simpanan. Yaitu makanan sehari-hari dan makanan yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Seperti gandum, maka ia adalah makanan pokok dan biasa disimpan dalam waktu lama. Begitu pula gandum, syair, jagung dan jewawut.
* Pendapat ke empat : Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat bahwa ilat dari emas dan perak adalah alat tukar yaitu barang yang bisa digunakaan untuk pembayaran bagi barang selainnya. Adapun empat barang lainnya illatnya adalah makanan yang biasa ditakar atau ditimbang.
Sebagai contoh :
1. Pertukaran antara satu Apel dengan dua Apel. Apakah berlaku hukum riba ?
Menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali : Tidak berlaku hukum riba. Karena keduanya bukan termasuk barang yang biasa diukur dengan takaran atau timbangan,namun dengan jumlah atau bilangan. Menurut Madzhab Syafii : Berlaku hukum riba,karena apel adalah makanan.Menurut Madzhab Imam Malik : Tidak berlaku hukum riba, karena apel bukanlah emas, perak maupun makanan pokok yang biasa disimpan.
2. Satu sho’ gandum halus ditukar dengan dua sho’ gandum halus. Apakah berlaku hukum riba ?
Menurut madzhab Hanafi dan Hanbali : Berlaku hokum riba, karena pertukaran terjadi pada barang yang biasa diukur dengan takaran.Menurut madzhab Syafii : Berlaku juga, karena pertukaran terjadi pada makanan.Menurut madzhab Maliki : Berlaku, karena pertukaran terjadi pada makanan pokok yang biasa disimpan. Menurut Syaikhul Islam : Berlaku, karena pertukaran terjadi pada makanan yang biasa diukur dengan takaran.
3. Satu kilogram besi ditukar dengan dua kilogram besi.
Menurut madzhab Hanafi dan Hanbali : Berlaku karena besi termasuk barang yang biasa diukur dengan timbangan. Menurut madzhab Syafii : tidak berlaku, karena bukan emas atau perak. Bukan pula makanan pokok yang disimpan. Menurut syaikhul Islam : tidak belaku, karena ilat menurut beliau adalah alat tukar, makanan yang ditakar atau ditimbang.
4. Satu pena ditukar dengan dua pena
Menurut madzhab Hanafi dan Hambali : Tidak berlaku. Karena bukan termasuk barang yang biasa diukur dengan takaran maupun timbangan akan tetapi bilangan. Menurut Madzhab Syafii : Tidak berlaku. Karena bukan emas atau perak. Bukan pula makanan. Ilat yang digunakan pada madzhab ini adalah statusnya sebagai makanan atau alat tukar. Menurut Syaikul Islam : tidak berlaku. Karena ilat menurut beliau adalah alat tukar, makanan yang dapat ditimbang atau ditakar.
Kita mengetahui barang ribawiyah menurut Syaikul Islam adalah :
1. Barang yang menjadi alat tukar seperti Riyal, Dinar dan Pounds, serta apa saja yang menjadi alat tukar manusia.
2. Barang-barang yang menjadi makanan yang ditakar atau makanan yang ditimbang dan inilah pendapat yang rojih dalam masalah ini.
Inilah kaidah-kaidah yang harus dipahami dalam permasalahan riba:
KAIDAH PERTAMA
أن كل ربويين اتحدا في الجنس والعلة ( علة ربا الفضل ) ، فإنه يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرطان : التماثل ، والحلول والتقابض
Setiap barang yang jenis dan ilatnya sama maka boleh ditukarkan dengan berdasar pada dua syarat,yaitu sama banyaknya dan tunai.
Berdasarkan perkataan Syaikhul Islam, uang riyal termasuk barang Ribawi. Apabila riyal ditukar dengan riyal (keduanya sama jenis dan ilatnya) maka harus terpenuhi dua syarat :Sama banyak dan tunai.
Contoh:
* 10 riyal ditukar dengan 10 riyal, 50 riyal ditukar dengan 50 riyal, dan harus tunai dan barangnya ada ditempat (serah terima barang ditempat transaksi ). Karena terkadang transaksi secara tunai akan tetapi barangnya tidak ada ditempat. Hal ini terjadi dengan kesepakatan antara keduanya bahwa transaksi tunai tetapi tidak boleh langsung diambil. Seperti perkataan, “kamu datang 2 jam lagi baru kamu ambil barangnya”. Terkadang juga ada yang penyerahanya ditunda atau tunai akan tetapi barang tidak langsung diambil. Yang benar adalah tunai dan barang langsung diambil.
* Tukar menukar daging. Berdasarkan pendapat Syaikul Islam Ibn Taimiyah maka daging termasuk barang ribawi, karena daging adalah makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Maka tatkala saling menukar daging onta harus terpenuhi dua syarat; sama banyaknya dan langsung diserah terimakan.
* Gula termasuk barang ribawi karena termasuk makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Tatkala hendak tukar menukar gula maka wajib terpenuhi kedua syarat diatas.
KAIDAH KEDUA
كل ربويين اتحدا في علة ربا الفضل واختلفا في الجنس ، فيشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرط واحد ، وهو : الحلول والتقابض
Setiap barang ribawi yang ilatnya sama namun berbeda jenis barangnya apabila hendak ditukar maka disyaratkan harus tunai atau langsung diserah terimakan.
Contoh :
* Riyal ditukar dengan Pounds. Illatnya sama yaitu alat tukar. Maka syarat pertukarannya adalah tunai atau serah terima secara langsung. Adapun kesamaan jumlah maka ini bukan syarat.
* Daging onta dengan daging kambing. Ilat dari kedua barang ini adalah makanan yang lazimnya diukur dengan timbangan. Jenis dari kedua barang ini berbeda. Maka disyaratkan tunai dan diperbolehkan untuk melebihkan salah satu barang. Karena nabi bersabda,” Apabila jenis barang berbeda, maka juallah sekehendak kalian asalkan tunai.”
* Gandum kasar (Sya’ir) dengan gandum halus (Birr). Ilatnya sama yaitu makanan yang lazim diukur dengan takaran. Apabila keduanya hendak ditukar maka disyaratkan untuk tunai. Adapun harus sama banyaknya, maka ini bukanlah syarat. Kita diperbolehkan menjualnya sekehendak kita.
KAIDAH KETIGA
كل ربويين اتحدا في علة ربا الفضل واختلفا في الجنس ، وكان أحدهما نقداً ، فإنه لا يشترط شيء
Setiap barang ribawi yang ilatnya sama akan tetapi jenis barangnya berbeda dan salah satunya adalah emas atau perak maka tidak ada syarat apapun jika hendak ditukarkan.
Kaidah ini berlaku menurut madzhab Abu Hanifah dan Ahmad. Telah kita ketahui sebelumnya bahwa pendapat madzhab ini marjuh (lemah).
Contoh :
* Perak ditukar dengan tembaga. Ilat dari keduanya adalah timbangan. Perak dn tembaga keduanya lazim diukur dengan timbangan. Maka seperti ini boleh dijual dengan sekehendak hati,dan tidak disyaratkan harus tunai. Juga tidak disyaratkan harus sama ukurannya. Seandainya kita menjual 2 kg tembaga dengan 1 kg perak dengan tempo tertentu maka ini diperbolehkan.
* Emas dengan besi. Madzhab ini mengatakan bahwa ilatnya adalah timbangan. Oleh kerenanya tidak mengapa kita menjualnya sesuai dengan keinginan kita.
KAIDAH KEEMPAT
عن مبادلة نقد بنقد ، أو أوراق نقدية بأوراق نقدية ، أو عملات معدنية بأخرى ، فإذا اتحد الجنس ، فإنه يشترط شرطان : 1- التماثل والتساوي . 2- الحلول والتقابض .وأما إذا اختلف الجنس ، فإنه يشترط شرط واحد فقط ، وهو الحلول والتقابض
Tukar menukar An-Naqd (mata uang logam) atau antara uang kertas dengan uang kertas ( atau barang logam dengan yang lainnya), jika sama jenisnya maka harus memenuhi dua persyaratan, yaitu (1) sama ukurannya dan (2) serah terima secara tunai. Adapun apabila berbeda jenisnya maka syaratnya hanya satu,yaitu serah terima secara tunai
* Contoh barang yang sejenis :Riyal saudi ditukar dengan riyal saudi. Contoh an Naqd dengan an Naqd ( para ulama apabila menyebutkan an Naqd maka yang dimaksudkan adalah emas dan perak ). Emas dengan emas.
* Contoh yang berbeda jenis yaitu emas dengan perak. Maka dipersyaratkan harus tunai. Contoh lainnya adalah jika kita menjual emas dan uang lembaran. Keduanya berbeda jenis dengan ilat yang sama yaitu alat tukar. Maka disyaratkan harus tunai. Atau jika kita menjual perak dengan uang lembaran maka syaratnya adalah tunai.
KAIDAH KELIMA
كل ربويين اختلفا في العلة ، فلا يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر لا الحلول والتقابض ، ولا التساوي والتماثل
Setiap barang ribawi yang berbeda ilatnya, maka tidak disyaratkan tunai, juga tidak disyaratkan sama ukurannya.
Jika kita menukar barang ribawi satu dengan yang lainnya padahal ilatnya berbeda maka tidak ada syarat apapun yang harus dipenuhi.
* Riyal dengan kurma. Ilat dari riyal adalah alat tukar. Adapun kurma maka ilatnya adalah makanan yang lazim diukur dengan timbangan. Maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi untuk saling menukarnya.
* Gandum halus dengan emas. Gandum halus ilatnya adalah makanan yang lazim diukur dengan takaran. Adapun emas ilatnya adalah alat tukar.
* Sya’ir (Gandum kasar) dengan perak. Maka tidak ada syarat untuk keduanya.
KAIDAH KEENAM
عند مبادلة ربوي بغير ربوي ، أو مبادلة عوضين غير ربويين ، فإنه لا يشترط الحلول والتقابض ولا التساوي والتماثل
Tukar menukar barang ribawi dengan barang bukan ribawi, atau saling menukar antara barang bukan ribawi, maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi.
Dalam kaidah in ada 2 bentuk transaksi.
1. Tukar menukar antara barang ribawi dengan barang bukan ribawi, maka tidak ada syarat untuk keduanya. Contoh :
* Emas dengan pakaian.
* Emas dengan buah jeruk,
* Riyal dengan pakaian.
Tidak ada syarat dalam pertukaran ini. Kita boleh menjual sekehendak kita. Tidak harus sama, tidak pula harus tunai.
2. Tukar menukar barang bukan ribawi. Tidak dipersyaratkan apa-apa dan tidak ada ilat pada kedua barang tsb.
Contoh :
* Pakaian dengan kitab –keduanya bukan barang ribawi-,
* mobil dengan buku,
* pakaian dengan rumah.
Ini semua bukan barang ribawi. Tatkala kita hendak menukar barang –ribawi dengan barang bukan ribawi atau dua-duanya bukan barang ribawi, maka tidak ada syarat yang harus dipenuhi.
KAIDAH KETUJUH
لا أثر لاختلاف النوع أو الجودة والرداءة عند اتحاد الجنس الربوي ، ففي هذه الحال يشترط التساوي والتماثل ، وكذلك الحلول والتقابض
Perbedaan jenis atau kualitas bukan faktor yang diperhitungkan pada barang ribawi sejenis .Yang dipersyaratkan adalah persamaan ukuran dan harus tunai.
Tatkala hendak tukar menukar barang ribawi yang sejenis maka harus sama jumlah ukurannya dan tunai, meskipun terdapat perbedaan kualitas.
Contoh : Pertukaran antara kurma dengan kurma. Keduanya memiliki jenis yang sama. Maka wajib dilakukan secara tunai dan sama ukurannya. Jika satu sho’ maka ditukar dengan satu sho’. Meskipun salah satu kurma dengan kualitas bagus dan yang lainnya jelek, tetap tidak boleh kita mengatakan kita tukar 1 sho’ kurma macam yang ini dengan 2 sho macam yang itu. Perbedaan macam kurma tidaklah berpengaruh karena perbedaan macam pada jenis yang sama tidaklah berpengaruh.
Demikian pula kualitas. Ini kualitas bagus dan ini kualitas buruk. Ini kurma merek A berkualitas bagus dan ini kurma merek B berkualitas buruk. Meskipun ada perbedaan, yang satu kurma baru dan yang lainnya kurma lama, tetap harus sama ukurannya.
Keterangan ini berdasar pada hadits Abu Said tatkala mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam di Khaibar. Iapun datang dengan membawa kurma janiiib ( kualitas baik ) yang masih baru. Nabipun bertanya,” apakah semua kurma Khaibar seperti ini ?” para sahabat menjawab,” Tidak wahai Rosulullah. Kami mengambil satu sho kurma janiib dengan dua sho’ kurma al jam’u ( kualitas buruk ).” Nabi bersabda,” jauhkan dia. Ini adalah salah satu jenis riba.”
Hadits ini menunjukkan bahwa perbedaan macam atau kualitas barang tidak berpengaruh selama masih dalam jenis yang sama.
Contoh :
* Gandum. Gandum memiliki macam yang beragam. ( al khintoh, al laqiimi, dan al Miayyah ). Maka tatkala al khintoh ditukar dengan al khintoh harus secara tunai dan sama jumlahnya.
* Daging. Apabila berbeda macamnya (sapi misalnya ) daging sapi irab dengan sapi jamuus, Apabila hendak ditukar antara ini dan itu selama keduanya masih sama-sama daging sapi maka harus secara tunai dan sama banyaknya.
* Susu.
* Daging kambing. Apabila ditukar daging domba dengan daging kambing namun dengan penambahan maka ini termasuk riba. Perbedaan macam kambing ini tidak dilihat dan hanyalah harus terpenuhi syarat tunai dan sama ukurannya.
KAIDAH KEDELAPAN
ما اشترط فيه التماثل والتساوي ، فلا بُدَّ أن يكون التساوي والتماثل بمعياره الشرعي: كيلاً في المكيلات ، ووزناً في الموزونات
Setiap kondisi yang disyaratkan harus sama jumlah ukurannya maka harus benar-benar sama menurut ukuran standard yang diakui oleh syariat. Dengan takaran yang standard jika barang takaran dan dengan timbangan standard jika barang timbangan.
Kapan disyaratkan harus sama ukurannya ? Yakni apabila pertukaran terjadi pada barang ribawi yang sama jenisnya.Apabila disyaratkan harus sama maka harus disamakan menurut ukuran standard syar’i. Tidak boleh dengan ukuran sembarangan. Karena barang-barang ribawi ini memiliki ukuran standard secara syar’i. Nabi bersabda,” Emas dengan Emas, seukuran dengan ukuran yang sama. Perak dengan perak, seukuran dengan ukuran yang sama.” Oleh karenanya apabila seseorang menukar 1 sho’ emas dengan 1 sho’ emas, hal ini termasuk riba meskipun kelihatannya sama. Mengapa demikian ? karena tidak menggunakan ukuran standard yang diakui oleh syariat.
Seandainya kita ambil emas pertama yang diukur dengan sho’ (satuan volume) dan kita timbang dengan timbangan standardnya. Kemudian kita ambil emas kedua dan kita timbang dengan timbangan standardnya, tentu kita akan mendapatkan perbedaan.
Demikian halnya dengan barang lain. Apabila kita menimbang barang yang lazimnya ditakar (berdasar satuan volume) atau menakar barang yang lazimnya ditimbang (berdasar satuan berat) maka hal ini termasuk dalam praktek riba. Contohnya perak. Ukuran standard menurut syariat adalah dengan timbangan. Akan dijelaskan tentang kaidah ukuran standard. Insyaallah.
Tatkala 10 kg gandum ditukar dengan 10 kg gandum maka ini termasuk riba. Karena kita menggunakan ukuran timbangan (satuan berat). Padahal gandum ukuran standardnya adalah takaran (berdasar satuan volume). Adapun kg atau gram adalah ukuran timbangan (berat). Pertukaran ini harus diukur dengan standard syar’i. Gandum adalah barang yang lazim ditakar. Maka kita mengukurnya dengan alat ukur seperti sho’, wasq, mud dsb. Adapun barang-barang timbangan diukur dengan alat timbangan seperti kg, gram, pound dll.
KAIDAH KESEMBILAN
عند مبادلة ربوي بربوي آخر، لا يُشترط المعيار الشرعي عند عدم اشتراط التساوي
Para pertukaran barang-barang ribawi, tidak dipersyaratkan menggunakan ukuran standard apabila tidak ada syarat harus sama ukuran jumlahnya.
Demikian pula pada pertukaran barang ribawi dengan barang bukan ribawi. Tidak dipersyaratkan menggunakan ukuran standard syar’i.Pada pertukaran barang ribawi dengan barang ribawi jenis lainnya, tidak dipersyaratkan harus dengan ukuran standard. Mengapa ? karena beda jenis maka tidak dipersyaratkan harus sama jumlahnya.
Dipersyaratkan harus menggunakan ukuran standard syar’i apabila terjadi pada barang-barang yang dipersyaratkan harus sama ukurannya karena sama jenisnya. Adapun jika kita tukarkan barang ribawi dengan barang ribawi jenis lainnya maka kita boleh mengukurnya sesuai dengan kehendak kita. Baik pada barang-barang takaran maupun timbangan.
Contoh : barang ribawi dengan barang ribawi jenis lain
* Pertukaran emas dengan kurma. Sama saja apakah dengan timbangan, takaran atau tidak diukur sama sekali. Kurma lazimnya diukur dengan takaran. Akan tetapi apabila hendak kita tukar dengan emas atau riyal maka tidak mengapa kita mengukurnya dengan timbangan. Begitu pula emas.
* Gandum halus dengan gandum kasar. Keduanya lazim diukur dengan takaran. Selama tidak dipersyaratkan harus sama ukurannya maka tidak disyaratkan pula harus diukur dengan ukuran standard. Juallah 1 sho’ gandum kasar dengan 2 sho ‘ gandum halus. Atau 10 kg gandum kasar dengan 20 kg gandum halus. Atau juga 1 sho’ gandum kasar dengan 10 kg gandum halus. Diukur dengan timbangan atau takaran, semua boleh. Akan tetapi harus tunai.
Contoh Pertukaran barang yang berbeda dan tidak sama jenisnya :
* Kurma dengan riyal, maka hal ini tidak mengapa. Misalnya apabila kita membelinya dari pedagang kurma. Bukannya menakar, pedagang itu malah menimbangnya. Ini boleh. Mengapa demikian ? Karena kita tidak diharuskan untuk menyamakan ukuran. Antara kurma dan riyal berbeda jenisnya.
* Demikian pula contohnya apabila kita membeli beras. Kemudian diberikan 2 kg beras (bukan dengan ukurun sho’).Ini tidak mengapa. Kita tidak membeli barang ribawi yang sejenis, akan tetapi beda jenis. Dalam konteks ini, kita tidak dipersyaratkan harus menggunakan ukuran standard syar’i kerena kita tidak disyaratkan untuk menyamakan ukuran.
Begitu pula jika kita mengganti atau menukar barang ribawi dengan barang bukan ribawi. Atau tukar menukar barang yang bukan ribawi, maka tidak ada syarat menggunakan ukuran standard. Seperti kita menukar baju dengan baju.
Mengapakah para ulama mensyaratkan untuk menggunakan alat ukur yang standard ? Tidak lain supaya terwujud kesamaan dengan sebenarnya. Nabi bersabda:
مثلاً بمثل سواءً بسواء
” misal dengan semisalnya dan sama dengan persamaannya.”
Tidaklah terwujud persamaan ini kecuali dengan ukuran yang standard.
KAIDAH KESEPULUH
ما كان في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عند أهل المدينة مكيلاً فهو مكيل ، وما كان في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عند أهل مكة موزوناً فهو موزون إلى يوم القيامة
Barang apa saja yang dikenal oleh penduduk Madinah pada zaman nabi sebagai barang yang lazim diukur dengan takaran maka ia diukur dengan takaran.. Barang apa saja yang dikenal oleh penduduk Makkah pada zaman nabi sebagai barang yang lazim diukur dengan timbangan maka dia diukur dengan timbangan selamanya hingga hari kiamat.
Kaidah inilah yang ingin kita jelaskan terkait dengan landasan penggolongan barang yang ditimbang atau barang yang ditakar. Persisnya tatkala kita hendak menukar barang ribawi yang sejenis sehingga dipersyarakan untuk sama berdasar ukuran standard syariat. Dari sini timbul pertanyaan, barang apa saja yang ukuran standarnya adalah timbangan ? barang apa saja yang ukuran standardnya takaran ? maka kita jelaskan, bahwasanya dalam kaidah ini terdapat patokan-patokan sbb :
1. Seluruh biji-bijian termasuk barang yang ditakar.Hal ini mencakup banyak barang seperti gandum halus, gandum kasar, jewawut, kacang, dsb.
2. Seluruh benda cair adalah barang yang ditakar ( susu, yogurt, minyak, madu dsb..) maka tatkala hendak bertukar antara madu dengan madu, harus diukur dengan takaran. Begitu pula gandum dengan gandum, harus diukur dengan takaran pula.
3. Seluruh benda logam adalah barang yang diukur dengan timbangan seperti besi, tembaga, kuningan dsb. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi dan Hanbali. Yang benar, tidaklah berlaku hukum riba kecuali pada emas dan perak. Sedangkan menurut pendapat Syaikul Islam, maka emas dan perak dan apa-apa yang termasuk alat tukar atau alat pembayaran.
4. Bulu dan sejenisnya termasuk barang-barang yang diukur dengan timbangan seperti wool, sutera, kapas dll. Segala hal yang menjadi bahan baku pakaian termasuk barang yang diukur dengan takaran.
5. Kurma dan sejenisnya termasuk barang yang diukur dengan takaran.
Kaidah mengatakan bahwa barang apa saja yang dikenal dikalangan penduduk madinah pada zaman nabi sebagai barang takaran, maka barang itu dianggap barang yang diukur dengan takaran. Hal ini berlaku selamanya. Seperti biji-bijian dan benda-benda cair. Demikian pula setiap barang yang dikenal oleh penduduk Makkah pada zaman nabi sebagai barang timbangan maka dianggap sebagai barang yang diukur dengan timbangan selamanya. Seperti benda logam, emas & perak. Hal ini ditunjukkan oleh hadits nabi yang berbunyi,” takaran itu dengan takarannya penduduk madinah dan timbangan itu dengan timbangannya penduduk Makkah.”
Sebagian ulama berkata,” emas dan perak diukur dengan timbangan, adapun empat barang ribawi lainnya diukur dengan takaran. Adapun selainnya maka dikembalikan menurut kebiasaan masyarakat setempat.” Contoh, menukar sekantong beras dengan sekantong beras. Hal ini tidak boleh. Karena baras termasuk barang ribawi. Tidak boleh ditukar dalam keadaan belum diukur dengan ukuran standard syariat.
KAIDAH KESEBELAS
كلُّ ما حرم فيه التفاضل حرم فيه النسأ ، لا العكس
Setiap barang yang haram untuk dilebihkan haram pula untuk ditunda pembayarannya. Dan tidak berlaku sebaliknya.
Kapan barang diharamkan untuk dilebihkan? Yaitu tatkala sama jenisnya. Maka haram pula untuk ditunda pembayarannya.
Contoh, emas dengan emas. Haram untuk dilebihkan. Kita tidak boleh menjual 100 kg emas dengan 120 kg emas. Maka haram pula untuk ditunda pembayarannya. Kita tidak boleh menukar emas dan emas dengan tempo. Kaidah ini tidak berlaku untuk kasus sebaliknya. Terkadang haram untuk ditunda pembayarannya akan tetapi tidak diharamkan untuk dilebihkan. Seperti emas dan perak. Haram untuk menunda pembayaran, harus tunai, akan tetapi tidak haram untuk melebihkan salah satunya. Jadi boleh kita menjual 100 gr emas dengan 200 gr perak.
KAIDAH KEDUA BELAS
الزيادة في الدين مقابل الأجل ربا
Bertambahnya hutang untuk menunda pembayaran ( hutang berbunga ) adalah riba.
Ini adalah praktek riba jahiliyyah. Sebagai gambaran, seseorang memberi hutang kepada orang lain. Saatnya tiba waktu pembayaran, ia mengatakan ,” pilih engkau lunasi hutangnya atau engkau tambah bunganya.” Seseorang menghutangi 100 gr emas. Saatnya pembayaran tiba, ia mengatakan,” kamu lunasi atau engkau tambahi.” Penambahan jumlah ini dikerenakan penambahan tempo pembayaran.
KAIDAH KETIGA BELAS
إذا تعذّر التساوي في الربوي من جنس واحد لسببٍ في الجنس أو لسببٍ خارج لم تصحّ المعاوضة
Apabila terdapat keadaan yang membuat tidak sempurnanya sifat sama pada salah satu jenis barang ribawi disebabkan oleh jenis atau sebab lain maka tidak sah penggantinya.
Apabila pertukaran terjadi pada barang ribawi sejenis maka disyaratkan adanya persamaan atau serah terima secara kontan. Oleh karenanya apabila tidak sempurna persamaan jumlah barang disebabkan jenis barang itu sendiri atau sebab lain maka tidak sah pertukarannya.
Misalnya, tatkala kita menjual roti yang terbuat dari gandum dengan gandum. Disini terdapat cacat persamaan jumlah barang. Karena gandum diukur dengan takaran (ukuran volume) sedangkan roti tidak mungkin diukur dengan takaran. Akan datang penjelasan tentang hukum apabila barang-barang ribawi yang tidak lagi dapat diukur dengan timbangan atau takaran lantaran telah diproses menjadi produk lain. Apakah barang tersebut masih tetap termasuk barang ribawi atau telah berubah ? disini terdapat perbedaan pendapat. Yang terpenting apabila kita menukar roti yang terbuat dari gandum dengan gandum, kita katakan bahwa persamaan jumlah disini tidak sempurna. Karena gandum diukur dengan takaran adapun roti tidak lazim diukur dengan takaran.
KAIDAH KEEMPAT BELAS
كل شيئين جمعهما اسم واحد من أصل الخلقة فهما جنس واحد ، فالجنس : ماله اسم خاص يشمل أنواعاً ، والنوع : هو الشامل لأشياء مختلفة بأشخاصها
Dua barang yang terbuat dari satu bahan yang sama, maka keduanya adalah sejenis. Jenis adalah sesuatu yang memiliki nama khusus, mencakup berbagai macam/tipe. Adapun yang dimaksud Tipe/Macam: mencakup semua item dengan karakter yang berbeda-beda.
Kaidah ini menerangkan pengertian jenis dan macam.
* Gandum adalah jenis yang mencakup berbagai macam yang berbeda. Gandum ada beberapa macam. Seperti khintoh, laqimi, maiyah, dsb.
* Kurma adalah jenis yang mencakup kurma ajwah, kurma sukari, kurma barkhi dsb.
* Daging adalah jenis yang mencakup daging onta, daging kambing, daging sapi dsb.
* Kambing adalah jenis yang mencakup domba, kibasy dsb.
Contoh kasus : al khintoh adalah macam dari jenis gandum. Jenisnya gandum ,sedangkan macam/tipenya khintoh. Apabila kita memiliki sekantong gandum al khintoh, dan sekantong lagi gandum al khintoh. Kedua kantung ini macamnya sama, namun bisa berbeda pada dzatnya atau sifatnya. Maka macam barang mencakup atas item-item yang berbeda. Apabila memliki perbedaaan tipe/maca maka ini disebut jenis barang.
Contoh lain : kurma as sukary. Kita punya 3 kantong kurma as sukary. Tiga kantong ini dinamakan macam. Mengapa? Karena sudah terpecah menjadi item-item yang berbeda.
Telah kita bahas bahwa pertukaran barang yang sejenis tidak melihat kepada perbedaan macam. Tatkala kita hendak menukar gandum dengan gandum, kita tidak melihat perbedaan macamnya. Jika kita menukar gandum khintoh dengan gandum laqiim atau maiyah maka tetap diharuskan tunai dan dalam jumlah yang sama. Apalagi jika barangnya semacam seperti khintoh dengan khintoh.
KAIDAH KELIMABELAS
فروع الأجناس إذا بيعت بجنسها اشترط فيها التساوي في الصفة المقصودة بالعقد
Jenis barang yang bermacam-macam apabila dijual dengan jenisnya disyaratkan adanya kesamaan sifat yang dimaksudkan dalam akad.
Gandum halus jenis daqiiq apabila ditukar dengan gandum halus jenis daqiiq maka disyaratkan harus sama dalam tingkat kehalusannya. Tidak boleh menjual 1 sho’ gandum halus jenis daqiiq dengan 1 sho’ gandum halus jenis jurais – beda tingkat kehalusan-, karena tidak sama.
Tatkala kita membeli khintoh dengan khintoh atau maiyah dengan maiyah –macam gandum-, maka tidak ada pengaruh perbedaan macam selama masih dalam jenis yang sama. Atau tatkala kita membeli daging domba dengan daging kambing, maka ini tidak ada perbedaan, diharuskan sama dan tunai.
KAIDAH KEENAM BELAS
ما خرج عن القوت بالصنعة فليس بربوي ، بل هو جنس قائم بنفسه
Bahan makanan yang sudah diubah menjadi produk lain bukan lagi termasuk barang ribawi. Akan tetapi sudah menjadi jenis barang tersendiri.
Kaidah ini berdasar pada pendapat Syaikul Islam. Adapun pendapat yang mashur dari madzhab Hanbali dan Hanafi bahwa hal itu tidak bersifat mutlaq. Ada dua keadaan :
1. Pertukarannya dengan jenis lain ( meskipun bahan aslinya satu ) maka ini boleh. Seperti pertukaran roti dengan bubur.
2. Pertukarannya dengan jenis yang sama. Seperti roti dengan roti, bubur dengan bubur. Maka dalam hal ini diharuskan sama.
Yang paling penting diperhatikan dari kaidah ini adalah : Apabila barang yang lazim ditakar atau ditimbang sudah berubah lantaran diolah menjadi produk baru, apakah masih tetap termasuk barang ribawi ?
Menurut Syaikhul islam : barang timbangan atau takaran yang berubah lantaran diolah menjadi produk baru maka sudah bukan lagi barang ribawi meskipun dijual dengan yang sejenisnya.
* Seandainya kita tukarkan 1 sho’ gandum yang sudah diubah menjadi roti dengan 2 sho’ gandum yang masih asli, maka hal ini boleh menurut Syaikhul Islam. Karena beliau mengatakan bahwa gandum yang sudah diolah menjadi roti bukan lagi termasuk barang ribawi meskipun kita jual dengan yang sejenisnya. Setiap yang diolah maka ia sudah tidak lagi termasuk barang ribawi.
* Contoh lagi pada barang yang ditimbang- Syaikul islam tidak memandang adanya ilat pada barang yang ditimbang, beliau tidak memandang bahwa sebab barang masuk dalam kategori ribawi itu karena barang yang ditimbang. Seperti jika kita menjual bejana dari besi dengan besi. Maka besi yang sudah diolah menjadi bejana bukan lagi masuk barang ribawi. Sehingga boleh kita menjual ketel dari besi dengan besi mentah. Sama saja apakah dengan ukuran sama atau dilebihkan, tunai atau tempo, semuanya boleh dilakukan. Syaikhul Islam berpendapat, apabila barang sudah bukan lagi barang ribawi lantaran telah diolah menjadi produk lain maka tidak lagi berlaku hokum-hukum ribawi.
Pendapat yang masyhur dari madzhab Hanbali dan Hanafi adalah barang-barang ribawi yang ditakar apabila telah diolah menjadi produk lain maka tetap dalam statusnya barang ribawi. Tidak boleh tukar-menukar gandum dengan roti juga tidak boleh roti dengan roti kecuali dengan syarat harus sama jumlahnya. Roti ditukar dengan roti sah jika sama keringnya. Adapun roti dengan gandum hal ini tidak sah menurut madzhab ini.
Dalam hal barang-barang yang ditimbang, mereka memandang bahwa barang-barang yang sudah diolah menjadi produk lain bukan lagi barang ribawi. Maka boleh menukarkan 1 ketel dari besi dengan 2 ketel. Meskipun keduanya berasal dari besi. Mereka membedakan antara barang timbangan dan barang takaran. Adapun syaikul islam memandang bahwa setelah barang ribawi itu berubah menjadi barang bukan ribawi lantaran sudah diolah menjadi produk lain-baik yang ditimbang maupun yang ditakar- maka tidak lagi berlaku hokum ribawi.
KAIDAH KETUJUH BELAS
لا أثر للصياغة المباحة عند المبادلة
Tidak berlaku ongkos tambahan pembuatan dalam tukar menukar barang.
Kaidah ini berbeda dengan pendapat Syaikul Islam. Beliau berpendapat bahwa ongkos pembuatan berpengaruh. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa biaya tambahan untuk ongkos pembuatan tidak berpengaruh dalam pertukaran. Maka tatkala kita menukar emas yang telah dibentuk dengan emas yang belum dibentuk kemudian diberikan tambahan biaya pembuatan maka hal ini termasuk dalam riba. Hal ini didasari oleh hadits Fudholah bin Ubaid bahwa dia membeli cincin dengan dinar yang ada mutiaranya. Maka tatkala hendak dilepaskan ada biaya tambahan. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,” jangan hingga kamu melepaskannya.” Selain itu nabi juga bersabda,” emas dengan emas yang setara. Perak dengan perak. Syang setara”
Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama yaitu pembuatan tidaklah berpengaruh. Ini merupakan kebalikan dari pendapat Syaikhul Islam Ibn Taimiyah. Jika kita menginginkan adanya tambahan dari ongkos pembuatan maka kita katakan bahwa ini tidak boleh dan jatuh kepada riba. Haditsnya jelas,” emas dengan emas, perak dengan perak, yang sama dan semisal”
KAIDAH KEDELAPAN BELAS
مبادلة الربوي بجنسه ومعهما أو مع أحدهما من غير جنسهما
Menukar barang ribawi dengan sejenisnya yang terdapat pada salah satu atau keduanya barang lain yang tidak sejenis.
Para ulama menamainya sebagai( مسألة مدّ عجوة ودرهم) masalah “ mud kurma ajwah dan dirham” . Ajwah merupakan salah satu jenis kurma madinah. Permasalahan yang dikenal dengan“mud kurma ajwah dan dirham” ini ada 2 gambaran:
1. Pertukaran barang ribawi dengan sejenisnya yang pada keduanya ada barang lain yang tidak sejenis.
2. Pertukaran barang ribawi dengan sejenisnya, pada salah satunya terdapat barang lain yang tidak sejenis.
* Contoh gambaran A :
Menukar 1 mud kurma ajwah dengan 1 mud kurma ajwah. Pada keduanya terdapat barang lain yang tidak sejenis. Yang pertama ada dirhamnya yang kedua juga ada dirhamnya. Jumhur ulama mengatakan bahwa kasus seperti ini tidak boleh. Karena ada unsur tipu muslihat pada barang ribawi yang sejenis dengan penambahan. Syaikul Islam berpendapat boleh jika jumlah mud keduanya sama dan jumlah dirhamnya juga sama.
* Contoh gambaran B :
Satu mud kurma ajwah yang disertai dirham dengan 2 mud kurma ajwah. Jumhur berpendapat tidak boleh. Adapun pendapat kedua mengatakan jika mud ditukar mud dan dirhamnya sebagai pembayaran atas kelebihannya, maka ini boleh.
Tatkala kita membeli perhiasan intan dari pembuatnya. Kita memberinya perhiasan lama, kemudian kita mengambil perhiasan baru. Pembuat perhiasan meminta kita harus menambah, apakah ini boleh ? atau kita memberi 20 gr perhiasan lama dan mengambil 15 gr perhiasan baru yang sudah dibentu, apakah ini boleh ?
Ini masuk dalam masalah “mud kurma ajwah dan dirham”. Karena kita telah menukar barang ribawi dengan sejenisnya, pada salah satunya terdapat uang dirham yang bukan dari jenisnya, menurut jumhur ulama ini boleh. Menurut Syaikhul Islam apabila tambahannya sebagai biaya pembuatan barang maka hal ini boleh. Akan tetapi pendapat yang benar adalah tidak boleh menukar karena hadits telah jelas menerangkan,” emas dengan emas…..” demikian pula kisah Fudholah ketika membeli cincin yang ada mutiaranya dengan dinar maka Nabi bersabda,” jangan sampai kamu lepaskan mutiaranya.” maka yang benar menukar barang ribawi dengan jenisnya tidak dibenarkan adanya tambahan. Harus sama antara keduanya dalam timbangan. Tdiak berpengaruh ongkos pembuatan. Sebagaimana kami jelaskan sebelumnya,bahwa macam barang itu tidak berpengaruh apa-apa. Solusinya, kita jual perhiasan lama kita dan kita tahan dirhamnya,baru kemudian uangnya kita gunakan untuk membeli yang baru. Akan tetapi yang menjadi masalah, sebagian pembuat perhiasan itu mengatakan,” aku akan membeli darimu dengan syarat kamu nanti harus membeli dariku.” Maka kita katakan,” disini kita terjatuh dalam riba, yaitu emas ditukar emas dengan tambahan. Karena syaratnya adalah kita menjual kepadanya dan kitapun harus membeli darinya. Ini seolah-olah kita menukar emas dengan emas dengan harga tambahan. Imam Ahmad mengatakan,” engkau jual barangmu dan ambil harganya. Lalu cari tempat lain. Ini dilakukan untuk menghindari syubhat riba. Jika ternyata tidak menemukan tempat lain yang bisa memenuhi kebutuhan kita maka tidak mengapa kembali ketempat semula.”
KAIDAH KESEMBILAN BELAS
الشكّ في المماثلة كتحقّق المفاضلة
Keraguan terhadap kesamaan ukuran dihukumi seperti adanya penambahan.
Jika terjadi keraguan apakah ukuran barang sudah sama atau belum, maka dianggap adanya penambahan. Dengan demikian wajib bagi kita memastikannya dengan menggunakan ukuran standard syariat. Tidak mengetahui bahwa barang itu seukuran sama saja artinya dengan mengetahui bahwa barang itu ada kelebihan.
KAIDAH KEDUAPULUH
قبض الشيك أو السند عند صرف العملات ، هل يقوم مقام العملة ؟
Apakah cek atau giro dapat mengantikan uang dalam pembayaran ?
Ini adalah permasalahan modern yang terjadi tatkala menukar barang yang mengharuskan pembayaran tunai. Contoh emas dengan riyal. Ketika hendak membeli emas, kita diharuskan untuk membayar tunai karena bertemunya 2 barang ribawi. Kitapun lantas memberikan cek sebagai ganti uang riyal. Apakah cek ini bisa menggantikan posisi uang secara syariat? Para ulama kontemporer berbeda pendapat.
Sebagian mereka berpendapat bahwa cek bisa menggantikan uang. Penggunaan cek untuk jual beli telah menjadi kebiasaan manusia zaman ini. Maka cek menggantikan dirham. Maka tatkala kita membeli emas dan kita menyerahkan cek hukumnya boleh.
Pendapat sebagian yang lainnya adalah bahwa cek tidak dapat menggantikan dirham. Tatkala kita membeli emas atau perak atau pounds dengan riyal Saudi, tidak cukup dengan memberikan cek. Karena pemberian cek tidak dianggap sebagai pembayaran tunai. Alasannya yaitu apabila cek ini hilang atau terbakar apakah akan kembali kepada yang memberi cek atau tidak ? jawabnya adalah kembali. Ini menunjukkan bahwa cek tidaklah tunai. Berbeda keadaannya apabila dalam posisi dirham. Jika kita mengambil emas dan kita beri 1000 riyal dan ternyata hilang atau terbakar riyal itu, apakah dianggap tunai ? jawabnya iya. Apakah akan kembali kepada yang punya ? jawabnya tidak. Adapun cek akan kembali. Ini menunjukkan cek tidak dianggap kontan.
Pendapat ketiga mengatakan hal ini perlu perincian. Jika ceknya asli maka boleh. Jika ceknya kosong maka tidak boleh. Karena cek asli senilai dengan harga yang tercantum. Dan pendapat ketiga inilah yang lebih dekat kepada kebenaran. Allahu alam.
Sumber : Situs Syaikh Kholid bin Ali Al Musyaiqih
Read More...
Berbenah Diri Untuk Penghafal Al-Qur’an
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjamin kemurnian Al-Qur‘ân telah memudahkan umat ini untuk menghafal dan mempelajari kitab-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya agar membaca ayat-ayat-Nya, merenungi artinya, dan mengamalkan serta berpegang teguh dengan petunjukNya. Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan hati para hamba yang shalih sebagai wadah untuk memelihara firman-Nya. Dada mereka seperti lembaran-lembaran yang menjaga ayat-ayat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Sebenarnya, Al-Qur‘ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim … (Qs al-Ankabût/29:49).
Dahulu, para sahabat Radhiallahu’anhum yang mulia dan Salafush-Shalih, mereka berlomba-lomba menghafal Al-Qur‘ân, generasi demi generasi. Bersungguh-sungguh mendidik anak-anak mereka dalam naungan Al-Qur‘ân, baik belajar maupun menghafal disertai dengan pemantapan ilmu tajwid, dan juga mentadabburi yang tersirat dalam Al-Qur‘ân, (yaitu) berupa janji dan ancaman.
Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anis Ahmad Kurzun diangkat dari risalah beliau Warattilil Qur’âna Tartîla, dan diterjemahkan oleh al-Akh Zakariyya al-Anshari. Pembahasan ini menyangkut metode-metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur‘ân secara baik.
Karena, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullah , bahwasanya dahulu, para salaf mewasiatkan agar betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal Al-Qur‘ân, Red.). Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, Red.), karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa disertai dengan pemantapan. Lihat Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Ibnu Rajab, hlm. 35.
Mudah-mudahan dengan kedatangan bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan ini, dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan perhatian kita kepada Al-Qur‘ân, mempelajarinya, mentadabburi, memperbaiki bacaan, dan menghafalnya.
SATU Ikhlas, Kunci Ilmu dan Pemahaman
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan selalu ingat bahwasanya yang sedang Anda baca ialah Kalamullah. Berhati-hatilah Anda dengan faktor yang menjadi pendorong dalam menghafal, apakah untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan dunia, upah dan hadiah? Allah tidak menerima sedikit pun dari amalan melainkan apabila ikhlas karena-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus. (Qs al-Bayyinah/98:5).
DUA Menjauhi Maksiat dan Dosa
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat merupakan penghalang dalam menghafal, mengulang dan mentadabburi Al-Qur‘ân. Adapun godaan-godaan setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. (Qs al-Mujâdilah/58:19).
‘Abdullah bin Al-Mubarâk meriwayatkan dari adh-Dhahhak bin Muzâhim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorang pun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala : (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri) –Qs asy- Syûra/42 ayat 30- . Sungguh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar.1
Ketahuilah, Imam asy-Syafi’i yang terkenal dengan kecepatannya menghafal, pada suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi‘, bahwa hafalan Al-Qur‘ânnya lambat. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang dapat memalingkannya dari Rabb. Imam asy-Syafi’i berkata:
Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat.
Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya,
dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa sebab (yang membantu). Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri (dari keburukan, Pent.) Pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin.”2
Yang dimaksud dengan ar-râ‘in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Qs al-Muthaffifin/83:14).
Barang siapa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya, mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur‘ân, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs al-’Ankabût/29:69).
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah telah membawakan perkataan Ibnu Abi Hâtim berkaitan dengan makna ayat ini: “Orang yang melaksanakan apaapa yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui”.3
TIGA Memanfaatkan Masa Kanak-Kanak dan Masa Muda
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya. Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang berkata:
“Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu”. Maka al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk hatinya.”4
Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur‘ân, yang tidak dia dapatkan pada selain Al-Qur‘ân. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‘ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran? (Qs al-Qomar/54:17).
Demikianlah di antara keistimewaan Al-Qur‘ân. Perlu Anda ketahui, tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur‘ân yang ada di mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur‘ân sedikit pun, maka alangkah besar penyesalannya.
EMPAT Memanfaatkan Waktu Semangat dan Ketika Luang
Tidak sepantasnya bagi Anda, wahai pembaca, menghafal pada saat jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Alangkah bagus, jika waktu menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik waktu bagi orang yang tidur segera.
LIMA Memilih Tempat yang Tenang
Yaitu dengan menjauhi tempat-tempat ramai, bising. Sebab, hal itu akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang-cabang. Maka ketika Anda sedang berada di rumah bersama anakanak, atau (sedang) di kantor, di tempat bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli. Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya … (Qs al-Ahzab/33:4).
Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk dengan yang ada di sekitar Anda.
ENAM Kemauan dan Tekad yang Benar
Kemauan yang kuat lagi benar sangat mempengaruhi dalam menguatkan hafalan, memudahkannya, dan dalam berkonsentrasi. Adapun seseorang yang menghafal karena permintaan orang tua atau gurunya tanpa didorong oleh kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan tertimpa penyakit futur (penurunan semangat).
Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala dan kedudukan para penghafal Al-Qur‘ân, orang yang selalu bersama Al-Qur‘ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:
Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan melemahkannya.5
TUJUH Menggunakan Panca Indra
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda. Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.
Bersungguh-sungguhlah, wahai Pembaca, gunakanlah indra penglihatan, pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra tersebut memiliki sistem tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi semakin kuat dan kokoh.
Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.
Seseorang yang menghafal Al-Qur‘ân dengan melihat mushaf, sedangkan ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan mudah.
Perlu Anda ketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.
1. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
2. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur‘ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).
Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan. Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf, agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempattempat hafalan yang lemah, sehingga Anda dapat mengulangi untuk memantapkannya.
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan kalimat yang Anda buat.
Imam Ibnu Munadi telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa, sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.”6
Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali Radhiallahu’anhu kepada Abu Musa Radhiallahu’anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat (petunjuk) dengan (petunjuk jalan), dan aku mengingat (kebenaran) dengan (membetulkan busur)”.
DELAPAN Membatasi Hanya Satu Cetakan Mushaf
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda, akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.
Begitu pula saya wasiatkan kepada saudaraku agar bersungguh-sungguh menggunakan mushaf saku, atau mushaf yang terdiri dari beberapa bagian, sesuai dengan cetakan mushaf yang sedang Anda hafal. Ini merupakan hal yang sangat baik. Setiap kali Anda mendapatkan waktu luang dan semangat, dimana pun Anda berada, supaya segera memanfaatkan waktu tersebut untuk menghafal hafalan baru, atau mengulang hafalan lama.
SEMBILAN Pengucapan yang Betul
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur‘ân kepada seorang guru yang mutqin (ahli) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya melalui kaset murattal seorang qari‘. Hal ini supaya Anda terjaga dari kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui kesalahan daripada orang yang membaca.”8
Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur‘ân, bertatap muka dengan para hafizh dan guruguru yang mutqin, agar Anda terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.
Saya wasiatkan juga kepada saudaraku para pengajar Al-Qur‘ân, di masjid-masjid, di sekolah-sekolah agar bersungguh-sungguh membetulkan bacaan para murid pada ayat-ayat yang hendak mereka hafal, dan mengarahkan mereka supaya betul-betul mengoreksi kalimatkalimat Al-Qur‘ân yang sering terjadi padanya kesalahan. Begitu juga seorang guru meminta kepada para muridnya agar selalu mengulangulang hafalan kepada sesama teman untuk menjaga mereka dari kemungkinan terjadinya kesalahan.
SEPULUH Hafalan yang Saling Bersambung
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan menggunakan metode ini.
Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan metode tadi, agar rangkaian ayatayat itu dapat teringat dalam memori Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja‘ah hafalan.
SEBELAS Memahami Makna Ayat
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam menghafal, yaitu terus-menerus meruju‘ kepada kitab-kitab tafsir yang ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling tidak, Anda menggunakan kitab Kalimatul Qura’ni Tafsiiru wa Bayan karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhlûf. Dengan mengetahui makna-makna kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.
DUA BELAS Hafalan yang Mantap
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja. Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat berikutnya karena ingin tergesagesa disebabkan waktunya sempit, atau karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan cepat lupa.
Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya, kadangkala seseorang merasa puas dan tertipu terhadap dirinya ketika hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.
Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya, seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja‘ah.
TIGA BELAS Terus-Menerus Membaca
Tetaplah terus membaca Al-Qur‘ân setiap kali Anda mendapatkan kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling utama dalam muraja‘ah.
Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat al-Wâqi‘âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.
Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur‘ân termasuk ibadah paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah Anda melakukan muraja‘ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika shalat. Ingatlah, qiyamullail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada metode ini, yang merupakan kebiasaan orangorang shalih, supaya hafalan Al-Qur‘ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa. Dari Sahabat ‘Abdullâh bin ‘Umar Radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dan apabila shahibil-Qur‘ân (penghafal Al-Qur‘ân) menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur‘ân pada malam dan sianganya, niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia akan lupa. (HR Muslim).
EMPAT BELAS Menghafal Sendiri
Sedikit Manfaatnya Karena kebiasaan manusia itu menundanunda amalan. Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal, datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.
Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul- Qur’ân di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini. Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa. Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.
Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Tatkala ia memperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.
Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan orangorang yang saling mencintai karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
LIMA BELAS Teliti Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih (serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya, alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.
Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan, kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu, metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya. Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab Mutasyabihul Quranil ‘Azhim karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munadi wafat pada tahun 366 H, dan kitab Asraru Tikrari fil Quran karya seorang qari‘ handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab Nudzhmu Mutasyabihil Quran karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.
Imam Ibnu Munadi dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak (tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur‘ân yang mutasyabih, (beliau) berkata: “Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.9
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala :
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin- Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Qs al-Mâidah/5:15-16).
(1) Fadha‘ilul-Qur‘ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
(2) Mutasyabihul- Qur‘ânil-’Azhim, karya Imam Ibnu Munadi, hlm. 25.
(3) Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
(4) Adabud-Du-nya wad-Dîn, karya al Mawardi, hlm. 57.
(5) Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
(6) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, karya Ibnu Munadi, hlm. 56, secara ringkas.
(7) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahîhnya, no. 2725.
(8) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 25.
(9) Mutasyabihul-Qur‘ânil-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
Majalah As-sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2
Sumber:http://bukhari.or.id
Read More...
Sebenarnya, Al-Qur‘ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim … (Qs al-Ankabût/29:49).
Dahulu, para sahabat Radhiallahu’anhum yang mulia dan Salafush-Shalih, mereka berlomba-lomba menghafal Al-Qur‘ân, generasi demi generasi. Bersungguh-sungguh mendidik anak-anak mereka dalam naungan Al-Qur‘ân, baik belajar maupun menghafal disertai dengan pemantapan ilmu tajwid, dan juga mentadabburi yang tersirat dalam Al-Qur‘ân, (yaitu) berupa janji dan ancaman.
Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anis Ahmad Kurzun diangkat dari risalah beliau Warattilil Qur’âna Tartîla, dan diterjemahkan oleh al-Akh Zakariyya al-Anshari. Pembahasan ini menyangkut metode-metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur‘ân secara baik.
Karena, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullah , bahwasanya dahulu, para salaf mewasiatkan agar betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal Al-Qur‘ân, Red.). Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, Red.), karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa disertai dengan pemantapan. Lihat Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Ibnu Rajab, hlm. 35.
Mudah-mudahan dengan kedatangan bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan ini, dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan perhatian kita kepada Al-Qur‘ân, mempelajarinya, mentadabburi, memperbaiki bacaan, dan menghafalnya.
SATU Ikhlas, Kunci Ilmu dan Pemahaman
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan selalu ingat bahwasanya yang sedang Anda baca ialah Kalamullah. Berhati-hatilah Anda dengan faktor yang menjadi pendorong dalam menghafal, apakah untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan dunia, upah dan hadiah? Allah tidak menerima sedikit pun dari amalan melainkan apabila ikhlas karena-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus. (Qs al-Bayyinah/98:5).
DUA Menjauhi Maksiat dan Dosa
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat merupakan penghalang dalam menghafal, mengulang dan mentadabburi Al-Qur‘ân. Adapun godaan-godaan setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. (Qs al-Mujâdilah/58:19).
‘Abdullah bin Al-Mubarâk meriwayatkan dari adh-Dhahhak bin Muzâhim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorang pun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala : (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri) –Qs asy- Syûra/42 ayat 30- . Sungguh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar.1
Ketahuilah, Imam asy-Syafi’i yang terkenal dengan kecepatannya menghafal, pada suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi‘, bahwa hafalan Al-Qur‘ânnya lambat. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang dapat memalingkannya dari Rabb. Imam asy-Syafi’i berkata:
Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat.
Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya,
dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa sebab (yang membantu). Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri (dari keburukan, Pent.) Pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin.”2
Yang dimaksud dengan ar-râ‘in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Qs al-Muthaffifin/83:14).
Barang siapa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya, mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur‘ân, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs al-’Ankabût/29:69).
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah telah membawakan perkataan Ibnu Abi Hâtim berkaitan dengan makna ayat ini: “Orang yang melaksanakan apaapa yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui”.3
TIGA Memanfaatkan Masa Kanak-Kanak dan Masa Muda
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya. Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang berkata:
“Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu”. Maka al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk hatinya.”4
Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur‘ân, yang tidak dia dapatkan pada selain Al-Qur‘ân. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‘ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran? (Qs al-Qomar/54:17).
Demikianlah di antara keistimewaan Al-Qur‘ân. Perlu Anda ketahui, tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur‘ân yang ada di mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur‘ân sedikit pun, maka alangkah besar penyesalannya.
EMPAT Memanfaatkan Waktu Semangat dan Ketika Luang
Tidak sepantasnya bagi Anda, wahai pembaca, menghafal pada saat jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Alangkah bagus, jika waktu menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik waktu bagi orang yang tidur segera.
LIMA Memilih Tempat yang Tenang
Yaitu dengan menjauhi tempat-tempat ramai, bising. Sebab, hal itu akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang-cabang. Maka ketika Anda sedang berada di rumah bersama anakanak, atau (sedang) di kantor, di tempat bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli. Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya … (Qs al-Ahzab/33:4).
Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk dengan yang ada di sekitar Anda.
ENAM Kemauan dan Tekad yang Benar
Kemauan yang kuat lagi benar sangat mempengaruhi dalam menguatkan hafalan, memudahkannya, dan dalam berkonsentrasi. Adapun seseorang yang menghafal karena permintaan orang tua atau gurunya tanpa didorong oleh kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan tertimpa penyakit futur (penurunan semangat).
Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala dan kedudukan para penghafal Al-Qur‘ân, orang yang selalu bersama Al-Qur‘ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:
Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan melemahkannya.5
TUJUH Menggunakan Panca Indra
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda. Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.
Bersungguh-sungguhlah, wahai Pembaca, gunakanlah indra penglihatan, pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra tersebut memiliki sistem tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi semakin kuat dan kokoh.
Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.
Seseorang yang menghafal Al-Qur‘ân dengan melihat mushaf, sedangkan ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan mudah.
Perlu Anda ketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.
1. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
2. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur‘ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).
Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan. Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf, agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempattempat hafalan yang lemah, sehingga Anda dapat mengulangi untuk memantapkannya.
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan kalimat yang Anda buat.
Imam Ibnu Munadi telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa, sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.”6
Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali Radhiallahu’anhu kepada Abu Musa Radhiallahu’anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat (petunjuk) dengan (petunjuk jalan), dan aku mengingat (kebenaran) dengan (membetulkan busur)”.
DELAPAN Membatasi Hanya Satu Cetakan Mushaf
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda, akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.
Begitu pula saya wasiatkan kepada saudaraku agar bersungguh-sungguh menggunakan mushaf saku, atau mushaf yang terdiri dari beberapa bagian, sesuai dengan cetakan mushaf yang sedang Anda hafal. Ini merupakan hal yang sangat baik. Setiap kali Anda mendapatkan waktu luang dan semangat, dimana pun Anda berada, supaya segera memanfaatkan waktu tersebut untuk menghafal hafalan baru, atau mengulang hafalan lama.
SEMBILAN Pengucapan yang Betul
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur‘ân kepada seorang guru yang mutqin (ahli) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya melalui kaset murattal seorang qari‘. Hal ini supaya Anda terjaga dari kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui kesalahan daripada orang yang membaca.”8
Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur‘ân, bertatap muka dengan para hafizh dan guruguru yang mutqin, agar Anda terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.
Saya wasiatkan juga kepada saudaraku para pengajar Al-Qur‘ân, di masjid-masjid, di sekolah-sekolah agar bersungguh-sungguh membetulkan bacaan para murid pada ayat-ayat yang hendak mereka hafal, dan mengarahkan mereka supaya betul-betul mengoreksi kalimatkalimat Al-Qur‘ân yang sering terjadi padanya kesalahan. Begitu juga seorang guru meminta kepada para muridnya agar selalu mengulangulang hafalan kepada sesama teman untuk menjaga mereka dari kemungkinan terjadinya kesalahan.
SEPULUH Hafalan yang Saling Bersambung
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan menggunakan metode ini.
Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan metode tadi, agar rangkaian ayatayat itu dapat teringat dalam memori Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja‘ah hafalan.
SEBELAS Memahami Makna Ayat
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam menghafal, yaitu terus-menerus meruju‘ kepada kitab-kitab tafsir yang ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling tidak, Anda menggunakan kitab Kalimatul Qura’ni Tafsiiru wa Bayan karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhlûf. Dengan mengetahui makna-makna kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.
DUA BELAS Hafalan yang Mantap
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja. Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat berikutnya karena ingin tergesagesa disebabkan waktunya sempit, atau karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan cepat lupa.
Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya, kadangkala seseorang merasa puas dan tertipu terhadap dirinya ketika hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.
Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya, seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja‘ah.
TIGA BELAS Terus-Menerus Membaca
Tetaplah terus membaca Al-Qur‘ân setiap kali Anda mendapatkan kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling utama dalam muraja‘ah.
Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat al-Wâqi‘âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.
Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur‘ân termasuk ibadah paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah Anda melakukan muraja‘ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika shalat. Ingatlah, qiyamullail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada metode ini, yang merupakan kebiasaan orangorang shalih, supaya hafalan Al-Qur‘ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa. Dari Sahabat ‘Abdullâh bin ‘Umar Radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dan apabila shahibil-Qur‘ân (penghafal Al-Qur‘ân) menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur‘ân pada malam dan sianganya, niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia akan lupa. (HR Muslim).
EMPAT BELAS Menghafal Sendiri
Sedikit Manfaatnya Karena kebiasaan manusia itu menundanunda amalan. Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal, datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.
Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul- Qur’ân di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini. Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa. Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.
Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Tatkala ia memperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.
Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan orangorang yang saling mencintai karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
LIMA BELAS Teliti Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih (serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya, alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.
Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan, kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu, metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya. Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab Mutasyabihul Quranil ‘Azhim karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munadi wafat pada tahun 366 H, dan kitab Asraru Tikrari fil Quran karya seorang qari‘ handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab Nudzhmu Mutasyabihil Quran karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.
Imam Ibnu Munadi dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak (tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur‘ân yang mutasyabih, (beliau) berkata: “Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.9
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala :
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin- Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Qs al-Mâidah/5:15-16).
(1) Fadha‘ilul-Qur‘ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
(2) Mutasyabihul- Qur‘ânil-’Azhim, karya Imam Ibnu Munadi, hlm. 25.
(3) Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
(4) Adabud-Du-nya wad-Dîn, karya al Mawardi, hlm. 57.
(5) Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
(6) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, karya Ibnu Munadi, hlm. 56, secara ringkas.
(7) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahîhnya, no. 2725.
(8) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 25.
(9) Mutasyabihul-Qur‘ânil-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
Majalah As-sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2
Sumber:http://bukhari.or.id
Read More...
08 Agustus 2009
MEROKOK DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KEDOKTERAN DAN ISLAM (2)
Oleh Abu Idris Carko Budiyanto Ath-Thobibi (Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Solo)
Berikut ini hadiah istimewa bagi perokok, selamat menikmati :
ISLAM
Kita sudah membahas pandangan kedokteran terhadap rokok. Didapatkan kesimpulan bahwa rokok menimbulkan berbagai macam penyakit baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang menghirup asap rokok tersebut. Bahkan orang lain yang menghirup asap rokok darinya lebih berbahaya dan lebih besar risiko terkena penyakit. Kita juga sudah melihat data statistik kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok. Sebelum membahas lebih jauh tentang pandangan Islam terhadap rokok, kami mau mengajak Saudara bertanya, Kenapa Saudara merokok?
Wahai Saudaraku, ingatlah selalu sebelum segala sesuatu, bahwasannya Anda adalah seorang hamba bagi Alloh. Sesungguhnya diantara konsekuensi penghambaanmu kepada Alloh subhanahu wataala adalah kamu mentaati-Nya dan tidak mendurhakai-Nya, kamu mensyukuri-Nya dan tidak mengkufuri-Nya, serta kamu senantiasa mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya.
Juga Saudara harus mengetahui Dia memerintah dan melarangmu. Dia memerintahkan kepadamu segala kebaikan yang di dalaqmnya terdapat kebaikan dan keselamatanmu, dan Dia melarangmu dari segala sesuatu yang bisa mengantarkanmu kepada kesengsaraan serta buruknya akibat di dunia dan akhiratmu.
Apabila itu telah tertancap kokoh di hatimu, maka ingatlah wahai saudaraku tercinta beberapa perkara berikut ini :
1. Merokok itu sesuatu yang khobits (buruk).
(Sudah kami jelaskan di atas dari segi kedokteran dan ilmu pengetahuan, dan akan kami jelaskan dari segi Islam di bawah) Sedangkan Robb-mu di dalam Al Quran mengatakan : ”Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” {QS Al-A’raaf: 157).
2. Merokok termasuk perbuatan mubadzir.
Sedang Rabb-mu subhanahu wataala telah berfirman : ”Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabb-nya.” {QS Al-Israa’: 26-27).
Apakah Anda ridho termasuk dalam jumlah orang-orang yang dicap sebagai pemboros dan menjadi teman syaithan?!
JIKA ANDA MEMBAKAR UANG, PASTI AKAN DIKATAKAN GILA. LALU APA BEDANYA MEMBAKAR UANG DENGAN MEMBAKAR ROKOK.
3. Merokok adalah perbuatan yang berlebih-lebihan / melampaui batas.
Sedangkan Alloh subhanahu wataala berfirman : ”Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” {QS Al-’Araaf: 31}
4. Merokok sama saja bunuh diri.
(Merokok meningkatkan risiko keseluruhan kematian sebesar 70% dibandingkan kepada bukan perokok, dan perokok meninggal 5-8 tahun lebih awal dibandingkan bukan perokok).
Sedangkan Alloh tabaroka wa ta’ala berfirman : ”Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Alloh adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukannya ke dalam neraka, Yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.” {QS An-Nisa’: 29-30}
5. Merokok sama saja melemparkan diri dalam jurang kebinasaan.
Padahal Alloh subhanahu wata’ala berfirman : ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik.” {QS Al-Baqoroh: 195}
6. Merokok dapat menimbulkan bahaya.
Sedangkan Rosululloh bersabda : ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” {HR Malik dalam ”Al-Muwatho” Kitabul Aqdliyah, Kitabul Qodla’ fil Mirfaq (31), Ibnu Majah (2/75-85) dishohihkan dan disepakati oleh Adz-Dzahabi}
7. Kemudian wahai saudaraku tercinta, bagaimana kamu menyenangkan dirimu dengan cara mengganggu hamba-hamba Alloh tatkala Anda merokok, Engkau cemari udara, Engkau lukai perasaan orang lain, Engkau ganggu mereka dengan bau tidak sedap, Engkau bahayakan mereka dengan asap rokok-mu bahkan dua kali lebih berisiko terkena penyakit, terlebih lagi kalau Anda merokok di tempat umum.
Apakah Anda belum pernah mendengar firman Alloh tabaroka wata’ala : ”Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” {QS Al Ahzab: 58}
8. Istri anda yang tercinta yang telah mempersembahkan cinta sucinya kepada Anda, harus menanggung akibatnya sehingga dia tidak bisa mendapatkan nafkah biologis (maaf, karena mungkin Anda impotensi), begitu juga dia tercemari bau yang tidak sedap dari Anda.
Apakah Anda belum mendengar firman Alloh subhanahu wata’ala : ”Dan para wanita itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” {QS Al-Baqoroh: 228}
9. Anak adalah dambaan setiap orang tua, memiliki keturunan akan selalu diusahakan oleh orang-orang yang berakal. Namun, Anda telah memutus keberadaan mereka, bahkan rokok dapat merusak kehamilan.
10. Kesehatan anak merupakan kenikmatan yang sangat nampak dan pemberian yang sangat agung. Apabila mereka sehat, maka menjadi sebab kebahagian bagi orang tuanya.
Tapi apa yang Engkau lakukan, Engkau menjadi sebab timbulnya penyakit pada diri-diri mereka.
11. Kehidupan sangatlah berharga. Kehidupan itu sendiri amatlah singkat. Namun, Engkau mengurangi waktu kehidupan yang singkat tersebut. Orang yang tidak merokok lebih panjang umurnya dari pada perokok.
Ada pertanyaan : Bagaimana mungkin rokok bisa mengurangi umur padahal Alloh telah menentukan dan mencatat takdir seluruh makhluk sebelum Alloh menciptakan langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan firman Alloh : ”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (aja); maka apabila telah datang waktunya (ajalnya), mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat pula memajukannya?
Maka jawabannya : Asy Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd menjawab, tidak ada pertentangan dalam masalah ini. Sebagaimana Alloh subhanahu wata’ala telah menetukan dan menulis takdir seluruh makhluk, yang diantaranya Alloh mentakdirkan ajal mereka dengan waktu dan umur tertentu. Maka demikian juga Alloh mengaitkan antara sebab dan akibatnya.
Sebagaimana sehat, bagusnya makanan dan udara, serta mengkonsumsi barang-barang yang bisa menguatkan badan dan hati termasuk sebab yang bisa memanjangkan umur. Maka demikian pula hal yang berkebalikan dari hal tersebut. Termasuk di dalamnya merokok yang tergolong sebagai sebab yang bisa mengurangi umur. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara takdir Alloh yang telah mendahului dengan hubungan antara akibat dan sebab. Kenyang misalnya, ditakdirkan dengan makan, lepas dahaga ditakdirkan dengan minum, didapatkan keturunan ditakdirkan dengan jima’, panen dihasilkan dengan menunai benih, demikan seterusnya…….
Bahkan disana ada beberapa perkara robbaniah maknawiah yang dengannya bisa bertambah umur seseorang, seperti silaturrohmi, istighfar, dan amalan-amalan secara umum.
Sebagaimana disana ada perkara-perkara maknawiah yang bisa menjadi sebab berkurangnya umur, seperti perbuatan dosa dan maksiat secara umum. Mungkinkah orang yang berakal mengatakan bahwa adanya hubungan antara sebab dengan akibat bertolak belakang dengan takdir yang telah terdahulu, atau meniadakannya dari berbagai segi? Apabila telah jelas permasalahan ini, maka kita bisa mengetahui bahwa merokok bisa mengurangi umur dilihat dari dua sisi : yakni sisi bahwa merokok itu termasuk kemaksiatan kepada Alloh dan dari sisi dampak negatifnya terhadap kesehatan. Silakan lihat ”Al Iman bil Qodlo’ wal Qodar” karya penulis (Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd).
Wahai saudaraku tercinta…..
Setelah semua ini, belum puaskah juga Anda, tentang bahaya, keharaman, dan dampak negatif merokok?!
Bukankah dari penjelasan yang telah berlalu terdapat ibroh (pelajaran) bagi orang yang masih memiliki hati dan mencurahkan pendengaran dalam keadaan dia sadar?
Kalau demikian kapan Anda akan melepaskan diri dari rokok?
Anda merasa sulit? Tidak wahai Saudaraku! Setiap penyakit pasti ada obatnya, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, dan tidaklah ada kunci melainkan ada geriginya, jikalau tidak maka apa artinya kunci!
Tinggalkan aktivitas merokok dengan segera. Bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar-benar takwa, segera minta ampun atas kelalaian dan dosa-dosa yang telah dilakukan. Berdo’alah dan minta pertolongan kepada Alloh, karena do’a adalah sebab terbesar yang bisa membantu menolak bala dan mengangkatnya. Do’a bermanfaat bagi sesuatu yang telah turun maupun yang belum turun.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman : ”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.” {QS Ghofir: 60}
Demikkian uraian singkat ini, semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan bagi orang-orang yang Alloh beri petunjuk. Kekurangan yang ada, itu semua bersumber dari kelemahan, keterbatasan, dan kefakiran saya. Anda dapat membaca rokok dalam pandangan Islam lebih lengkap dalam buku ”Stop Merokok Plus 13 Himbauan dan Nasihat untuk Penjual Rokok” yang diterbitkan oleh Maktabah Al-Ghuroba’, jalan Sakura II Rt 02/V no. 08, Mantung Tengah, Sanggrahan Sukoharjo 57500, telp 0271-7507345, email : makt.alghuroba@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran
1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
2. Kusmana dan Hanafi. 2003. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
Islam
· Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd. 2007. Stop Merokok Plus 13 Himbauan dan Nasihat untuk Penjual Rokok. Sukoharjo : Penerbit Al-Ghuroba’.
Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com
Read More...
Berikut ini hadiah istimewa bagi perokok, selamat menikmati :
ISLAM
Kita sudah membahas pandangan kedokteran terhadap rokok. Didapatkan kesimpulan bahwa rokok menimbulkan berbagai macam penyakit baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang menghirup asap rokok tersebut. Bahkan orang lain yang menghirup asap rokok darinya lebih berbahaya dan lebih besar risiko terkena penyakit. Kita juga sudah melihat data statistik kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok. Sebelum membahas lebih jauh tentang pandangan Islam terhadap rokok, kami mau mengajak Saudara bertanya, Kenapa Saudara merokok?
Wahai Saudaraku, ingatlah selalu sebelum segala sesuatu, bahwasannya Anda adalah seorang hamba bagi Alloh. Sesungguhnya diantara konsekuensi penghambaanmu kepada Alloh subhanahu wataala adalah kamu mentaati-Nya dan tidak mendurhakai-Nya, kamu mensyukuri-Nya dan tidak mengkufuri-Nya, serta kamu senantiasa mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya.
Juga Saudara harus mengetahui Dia memerintah dan melarangmu. Dia memerintahkan kepadamu segala kebaikan yang di dalaqmnya terdapat kebaikan dan keselamatanmu, dan Dia melarangmu dari segala sesuatu yang bisa mengantarkanmu kepada kesengsaraan serta buruknya akibat di dunia dan akhiratmu.
Apabila itu telah tertancap kokoh di hatimu, maka ingatlah wahai saudaraku tercinta beberapa perkara berikut ini :
1. Merokok itu sesuatu yang khobits (buruk).
(Sudah kami jelaskan di atas dari segi kedokteran dan ilmu pengetahuan, dan akan kami jelaskan dari segi Islam di bawah) Sedangkan Robb-mu di dalam Al Quran mengatakan : ”Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” {QS Al-A’raaf: 157).
2. Merokok termasuk perbuatan mubadzir.
Sedang Rabb-mu subhanahu wataala telah berfirman : ”Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabb-nya.” {QS Al-Israa’: 26-27).
Apakah Anda ridho termasuk dalam jumlah orang-orang yang dicap sebagai pemboros dan menjadi teman syaithan?!
JIKA ANDA MEMBAKAR UANG, PASTI AKAN DIKATAKAN GILA. LALU APA BEDANYA MEMBAKAR UANG DENGAN MEMBAKAR ROKOK.
3. Merokok adalah perbuatan yang berlebih-lebihan / melampaui batas.
Sedangkan Alloh subhanahu wataala berfirman : ”Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” {QS Al-’Araaf: 31}
4. Merokok sama saja bunuh diri.
(Merokok meningkatkan risiko keseluruhan kematian sebesar 70% dibandingkan kepada bukan perokok, dan perokok meninggal 5-8 tahun lebih awal dibandingkan bukan perokok).
Sedangkan Alloh tabaroka wa ta’ala berfirman : ”Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Alloh adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukannya ke dalam neraka, Yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.” {QS An-Nisa’: 29-30}
5. Merokok sama saja melemparkan diri dalam jurang kebinasaan.
Padahal Alloh subhanahu wata’ala berfirman : ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik.” {QS Al-Baqoroh: 195}
6. Merokok dapat menimbulkan bahaya.
Sedangkan Rosululloh bersabda : ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” {HR Malik dalam ”Al-Muwatho” Kitabul Aqdliyah, Kitabul Qodla’ fil Mirfaq (31), Ibnu Majah (2/75-85) dishohihkan dan disepakati oleh Adz-Dzahabi}
7. Kemudian wahai saudaraku tercinta, bagaimana kamu menyenangkan dirimu dengan cara mengganggu hamba-hamba Alloh tatkala Anda merokok, Engkau cemari udara, Engkau lukai perasaan orang lain, Engkau ganggu mereka dengan bau tidak sedap, Engkau bahayakan mereka dengan asap rokok-mu bahkan dua kali lebih berisiko terkena penyakit, terlebih lagi kalau Anda merokok di tempat umum.
Apakah Anda belum pernah mendengar firman Alloh tabaroka wata’ala : ”Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” {QS Al Ahzab: 58}
8. Istri anda yang tercinta yang telah mempersembahkan cinta sucinya kepada Anda, harus menanggung akibatnya sehingga dia tidak bisa mendapatkan nafkah biologis (maaf, karena mungkin Anda impotensi), begitu juga dia tercemari bau yang tidak sedap dari Anda.
Apakah Anda belum mendengar firman Alloh subhanahu wata’ala : ”Dan para wanita itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” {QS Al-Baqoroh: 228}
9. Anak adalah dambaan setiap orang tua, memiliki keturunan akan selalu diusahakan oleh orang-orang yang berakal. Namun, Anda telah memutus keberadaan mereka, bahkan rokok dapat merusak kehamilan.
10. Kesehatan anak merupakan kenikmatan yang sangat nampak dan pemberian yang sangat agung. Apabila mereka sehat, maka menjadi sebab kebahagian bagi orang tuanya.
Tapi apa yang Engkau lakukan, Engkau menjadi sebab timbulnya penyakit pada diri-diri mereka.
11. Kehidupan sangatlah berharga. Kehidupan itu sendiri amatlah singkat. Namun, Engkau mengurangi waktu kehidupan yang singkat tersebut. Orang yang tidak merokok lebih panjang umurnya dari pada perokok.
Ada pertanyaan : Bagaimana mungkin rokok bisa mengurangi umur padahal Alloh telah menentukan dan mencatat takdir seluruh makhluk sebelum Alloh menciptakan langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan firman Alloh : ”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (aja); maka apabila telah datang waktunya (ajalnya), mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat pula memajukannya?
Maka jawabannya : Asy Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd menjawab, tidak ada pertentangan dalam masalah ini. Sebagaimana Alloh subhanahu wata’ala telah menetukan dan menulis takdir seluruh makhluk, yang diantaranya Alloh mentakdirkan ajal mereka dengan waktu dan umur tertentu. Maka demikian juga Alloh mengaitkan antara sebab dan akibatnya.
Sebagaimana sehat, bagusnya makanan dan udara, serta mengkonsumsi barang-barang yang bisa menguatkan badan dan hati termasuk sebab yang bisa memanjangkan umur. Maka demikian pula hal yang berkebalikan dari hal tersebut. Termasuk di dalamnya merokok yang tergolong sebagai sebab yang bisa mengurangi umur. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara takdir Alloh yang telah mendahului dengan hubungan antara akibat dan sebab. Kenyang misalnya, ditakdirkan dengan makan, lepas dahaga ditakdirkan dengan minum, didapatkan keturunan ditakdirkan dengan jima’, panen dihasilkan dengan menunai benih, demikan seterusnya…….
Bahkan disana ada beberapa perkara robbaniah maknawiah yang dengannya bisa bertambah umur seseorang, seperti silaturrohmi, istighfar, dan amalan-amalan secara umum.
Sebagaimana disana ada perkara-perkara maknawiah yang bisa menjadi sebab berkurangnya umur, seperti perbuatan dosa dan maksiat secara umum. Mungkinkah orang yang berakal mengatakan bahwa adanya hubungan antara sebab dengan akibat bertolak belakang dengan takdir yang telah terdahulu, atau meniadakannya dari berbagai segi? Apabila telah jelas permasalahan ini, maka kita bisa mengetahui bahwa merokok bisa mengurangi umur dilihat dari dua sisi : yakni sisi bahwa merokok itu termasuk kemaksiatan kepada Alloh dan dari sisi dampak negatifnya terhadap kesehatan. Silakan lihat ”Al Iman bil Qodlo’ wal Qodar” karya penulis (Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd).
Wahai saudaraku tercinta…..
Setelah semua ini, belum puaskah juga Anda, tentang bahaya, keharaman, dan dampak negatif merokok?!
Bukankah dari penjelasan yang telah berlalu terdapat ibroh (pelajaran) bagi orang yang masih memiliki hati dan mencurahkan pendengaran dalam keadaan dia sadar?
Kalau demikian kapan Anda akan melepaskan diri dari rokok?
Anda merasa sulit? Tidak wahai Saudaraku! Setiap penyakit pasti ada obatnya, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, dan tidaklah ada kunci melainkan ada geriginya, jikalau tidak maka apa artinya kunci!
Tinggalkan aktivitas merokok dengan segera. Bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar-benar takwa, segera minta ampun atas kelalaian dan dosa-dosa yang telah dilakukan. Berdo’alah dan minta pertolongan kepada Alloh, karena do’a adalah sebab terbesar yang bisa membantu menolak bala dan mengangkatnya. Do’a bermanfaat bagi sesuatu yang telah turun maupun yang belum turun.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman : ”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.” {QS Ghofir: 60}
Demikkian uraian singkat ini, semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan bagi orang-orang yang Alloh beri petunjuk. Kekurangan yang ada, itu semua bersumber dari kelemahan, keterbatasan, dan kefakiran saya. Anda dapat membaca rokok dalam pandangan Islam lebih lengkap dalam buku ”Stop Merokok Plus 13 Himbauan dan Nasihat untuk Penjual Rokok” yang diterbitkan oleh Maktabah Al-Ghuroba’, jalan Sakura II Rt 02/V no. 08, Mantung Tengah, Sanggrahan Sukoharjo 57500, telp 0271-7507345, email : makt.alghuroba@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran
1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
2. Kusmana dan Hanafi. 2003. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
Islam
· Syaikh Muhammad bin Ibrohim Al-Hamd. 2007. Stop Merokok Plus 13 Himbauan dan Nasihat untuk Penjual Rokok. Sukoharjo : Penerbit Al-Ghuroba’.
Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com
Read More...
MEROKOK DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KEDOKTERAN DAN ISLAM (1)
Oleh Abu Idris Carko Budiyanto Ath-Thobibi (Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Solo)
Bismillahir rohmanir rohim
Merokok adalah kebiasaan buruk sebagian besar orang. Tanpa berpikir panjang dan jernih, mereka menghisap racun yang membunuh diri mereka secara perlahan-lahan. Sudah jelas bahkan, di dalam bungkus rokok itu sendiri sudah tertulis ”Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Namun, tulisan tersebut seolah-olah hanya hiasan yang memperindah bungkus rokok tersebut. Suatu pertanyaan yang besar, apakah mereka buta huruf sehingga tulisan yang sebesar itu tidak bisa mereka baca?? Ataukah mata mereka sudah buta sehingga tulisan yang sebesar itu tidak dapat mereka lihat????
Sekarang kita bandingkan dengan tulisan-tulisan lain. Ketika ada tulisan ”Awas ada anjing galak!! Apa yang akan Saudara lakukan? Mungkin Saudara akan jalan dengan hati-hati atau bahkan mungkin Saudara akan mencari jalan lain sehingga tidak melewati jalan yang ada anjing galak tersebut. Ketika ada tulisan ”Awas kawat ini mengandung listrik!! Apa yang Saudara lakukan? Beranikah Saudara memegang kawat tersebut? Kalau Saudara waras pasti Saudara akan menjauhi kawat tersebut. Lalu kenapa ketika ada peringatan keras tentang bahaya rokok, Saudara tetap saja menghirupnya dengan nikmat. Apakah Saudara pantas dikatakan orang waras? Apakah Saudara pantas dikatakan orang berakal?
Mungkin tulisan yang baru saja Saudara baca dan yang akan Saudara baca sama nilainya dengan tulisan-tulisan lain yang menyeru untuk meninggalkan rokok. Mungkin Saudara menganggapnya sampah, atau hanya sekedar angin lalu. Namun begitu, keadaan Saudara, sedikit pun tidak menyurutkan saudaramu ini yang sangat mencintaimu untuk menulis artikel ini. Justru saudaramu ini akan semakin bersemangat untuk menyampaikan kebenaran. Berikut ini akan saya uraikan tentang merokok dilihat dari sudut pandang kedokteran dan sudut pandang Islam sebagai dien (agama) yang lurus dan benar yang tidak ada sedikit pun keraguan.
KEDOKTERAN
Merokok meningkatkan risiko keseluruhan kematian sebesar 70% dibandingkan kepada bukan perokok, dan perokok meninggal 5-8 tahun lebih awal dibandingkan bukan perokok. Merokok adalah satu-satunya faktor lingkungan terpenting yang turut memberikan kontribusi terhadap kematian dini di Amerika dan Inggris. Tembakau mengandung nikotin, yang diabsorbsi melalui mukosa mulut masuk ke dalam aliran darah. Kecanduan terjadi akibat penggunaan yang terus menerus. Tembakau meningkatkan risiko kanker mulut dan menyebabkan kerusakan gusi.
Inhalasi asap rokok menyebabkan efek toksik (racun) pada saluran napas atas dan paru; kerusakan pada organ jauh (jauh dari sumber masuknya asap rokok) terjadi melalui absorbsi zat toksik ke dalam aliran darah atau ekskresinya di dalam urin.
Merokok secara langsung berimplikasi sebagai penyakit bronkitis kronis dan emfisema (merupakan penyakit paru obstruktif kronis). Merokok merupakan kontributor penting pada penyakit kanker paru, terutama karsinoma skuamosa dan karsinoma sel kecil yang tidak terdiferensiasi.
Merokok secara statistik juga berkaitan dengan insidensi beberapa kanker lain, khususnya kandung kemih, rongga mulut, laring, dan oesophagus. Merokok juga merupakan faktor risiko utama berkembangnya penyakit vaskuler aterosklerotik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuler (seperti stroke).
Farmakologi dari rokok :
1. kandungan aktif : nikotin (C10H14N2).
2. zat adiktif : nikotin.
3. dosis per inhalasi : 50-150 μg.
4. dosis per sigaret : 1-2 mg.
5. dosis letal : 50 mg.
6. absorpsi : dari paru saat itu juga, lewat bucal lebih lambat.
7. waktu paruh : kadar menurun cepat, memerlukan dosis baru tiap 30-40 menit pada adiksi. Oleh karena itu, orang yang kecanduan akan terus menginginkan rokok begitu rokok habis.
8. zat toksik lain : sejumlah karsinogen.
Penyakit-penyakit yang insidensi dan keparahannya meningkat pada perokok :
1. Kanker Paru (10 X)
2. Penyakit paru obstruktif kronis (10X).
3. Penyakit aterosklerotik (2X).
4. Ulkus peptikum kronis (2-3 X).
5. Kanker rongga mulut dan lidah (5X).
6. Kanker laring dan faring (5X).
7. Kanker kandung kemih (5X).
8. Kanker esofagus (5X)
(diambil dari buku Ringkasan Patologi Anatomi karya Parakrama Chandrasoma, MD, MRCP (UK) dari Associate Professor of Patology University of Southern California Los Angeles dan Clive R. Taylor, MD, Dphil, FRCPath seorang professor dan kepala bagian patologi University of Southern California Los Angeles)
Begitu banyak penyakit yang penyebab awalnya adalah merokok, apakah yang seperti ini masih dianggap tidak berbahaya. Masih bernapas lega kah Saudara membacanya? Itu belum seberapa, berikut akan saya uraikan masing-masing dari penyakit tersebut terkait dengan rokok.
1. Kanker Paru
Kanker paru sekarang ini telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki maupun perempuan. Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok yang sebenarnya dapat dihindari. Merokok berperan 85% dari seluruh kasus daripada faktor-faktor lainnya. Banyak bukti statistik yang menunjukannya. Tiga penelitian prosprektif yang melibatkan hampir 200.000 laki-laki berusia 50-69 tahun yang diteliti selama 44 bulan menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker paru per 100.000 orang adalah 3,4 diantara laki-laki yang tidak merokok, 59,3 diantara mereka yang merokok 10-20 batang sehari, dan 217,3 diantara mereka merokok 40 batang atau lebih dalam sehari (Price dan Wilson, 2006).
Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapatkan kanker paru meningkat dua kali. Kematian akibat kanker paru juga dikaitkan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa perokok yang makanannya rendah vitamin A memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker paru (Price dan Wilson, 2006).
Asap rokok mangandung banyak karsinogen, diantara yang terpenting adalah tar. Walaupun zat tersebut merupakan karsinogen kerja langsung pada kulit, zat tersebut bertindak sebagai prokarsinogen untuk menimbulkan kanker paru dan kandung kemih. Tar yang terhirup, diubah di hati menjadi epoksid oleh enzim mikrosom, yaitu hidroksilase hidrokarbon aril. Epoksid ini merupakan senyawa aktif yang bergabung dengan guanin di dalam DNA, yang menimbulkan transformasi neoplastik (mengakibatkan kanker). Perokok yang menderita kanker paru terlihat mempunyai kadar hidroksilase hidrokarbon aril yang lebih tinggi dalam jumlah bermakna dibanding bukan perokok atau perokok yang tidak menderita kanker. Risiko timbulnya kanker bervariasi pada berbagai penilitian, tetapi sekitar 10 kali lebih tinggi pada seseorang yang merokok sebungkus dalam sehari selama 10 tahun dibanding bukan perokok. Jika seorang perokok berhenti merokok, risiko ini turun hampir mendekati bukan perokok setelah sekitar 10 tahun tanpa rokok (Chandrasoma dan Taylor, 2006).
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. PPOK terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema. Diperkirakan 16,2 juta orang Amerika menderita bronkitis kronis dan emfisema atau keduanya, yang menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden PPOK meningkat 450% sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4. Salah satu penyebab PPOK adalah rokok. Orang yang merokok akan mengalami gangguan dalam pembersihan paru. Paru yang tidak bersih akan menyebabkan radang, radang tersebut akan menyumbat jalan napas. Karena sedikitnya udara yang masuk akibat sumbatan timbulah hipoventilasi, dan akhirnya terjadilah penyakit bronkitis kronis. Selain itu obstruksi (sumbatan) akan merusak alveolar dan dinding bronkial, yang menyebabkan saluran napas kolaps, akhirnya terjadilah bronkitis (Price dan Wilson, 2006).
Merokok juga bertindak sebagai iritan lokal, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial, peningkatan jumlah sel mukus, hipersekresi mukus, dan peningkatan jumlah netrofil. Kejadian ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri. Merokok secara langsung mendorong pelepasan elastase dari netrofil, suatu enzim proteolitik yang akan merusak elastisitas alveolus, sehingga cenderung mengakibatkan emfisema (Chandrasoma dan Taylor, 2006).
3. Penyakit Aterosklerotik
Aterosklerosis adalah penyakit yang melibatkan aorta, cabang-cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang, seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian extermitas, otak, jantung, dan organ dalam utama. Bila menyerang otak dapat menyebabkan stroke, bila menyerang jantung mengakibatkan penyakit jantung, dll.. Lebih dari 4 juta orang Amerika secara klinis terbukti menderita aterosklerosis, 1,25 juta serangan jantung dan 500.000 stroke setiap tahun. Lebih dari 800.000 serangan ini bersifat fatal, dan merupakan 40% dari seluruh kematian di Amerika, statistik serupa juga berlaku di Eropa Barat, sedikit lebih rendah di negara berkembang (Chandrasoma dan Taylor, 2006; price dan Wilson,2006).
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri (Kusmana dan Hanafi, 2003).
4. Gastropati Erosif Akut
Adalah penyakit lambung dengan ciri mukosa mengalami hipereremi difus, dengan ulkus dan erosi permukaan yang banyak dan kecil. Merokok dapat menghambat sintesis prostaglandin dan cenderung menyebabkan ulserasi.
Bagaimana perasaan Saudara sekarang?? Begitu banyak penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok. Masihkah Saudara mau menghisap benda yang dapat menyebabkan kesehatan Saudara terancam. Begitu besarkah hawa napsu Saudara sehingga membutakan hati dan pikiran untuk dapat melihat yang lebih baik untuk kehidupan. Atau mungkin otak Saudara sudah tumpul karena ditutupi oleh asap rokok. Saya sama sekali tidak mau melarang siapa pun, dan saya sangat menghargai Saudara. Saya hanya mau mengajak siapa pun yang mau berpikir.
-bersambung-
Read More...
Bismillahir rohmanir rohim
Merokok adalah kebiasaan buruk sebagian besar orang. Tanpa berpikir panjang dan jernih, mereka menghisap racun yang membunuh diri mereka secara perlahan-lahan. Sudah jelas bahkan, di dalam bungkus rokok itu sendiri sudah tertulis ”Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Namun, tulisan tersebut seolah-olah hanya hiasan yang memperindah bungkus rokok tersebut. Suatu pertanyaan yang besar, apakah mereka buta huruf sehingga tulisan yang sebesar itu tidak bisa mereka baca?? Ataukah mata mereka sudah buta sehingga tulisan yang sebesar itu tidak dapat mereka lihat????
Sekarang kita bandingkan dengan tulisan-tulisan lain. Ketika ada tulisan ”Awas ada anjing galak!! Apa yang akan Saudara lakukan? Mungkin Saudara akan jalan dengan hati-hati atau bahkan mungkin Saudara akan mencari jalan lain sehingga tidak melewati jalan yang ada anjing galak tersebut. Ketika ada tulisan ”Awas kawat ini mengandung listrik!! Apa yang Saudara lakukan? Beranikah Saudara memegang kawat tersebut? Kalau Saudara waras pasti Saudara akan menjauhi kawat tersebut. Lalu kenapa ketika ada peringatan keras tentang bahaya rokok, Saudara tetap saja menghirupnya dengan nikmat. Apakah Saudara pantas dikatakan orang waras? Apakah Saudara pantas dikatakan orang berakal?
Mungkin tulisan yang baru saja Saudara baca dan yang akan Saudara baca sama nilainya dengan tulisan-tulisan lain yang menyeru untuk meninggalkan rokok. Mungkin Saudara menganggapnya sampah, atau hanya sekedar angin lalu. Namun begitu, keadaan Saudara, sedikit pun tidak menyurutkan saudaramu ini yang sangat mencintaimu untuk menulis artikel ini. Justru saudaramu ini akan semakin bersemangat untuk menyampaikan kebenaran. Berikut ini akan saya uraikan tentang merokok dilihat dari sudut pandang kedokteran dan sudut pandang Islam sebagai dien (agama) yang lurus dan benar yang tidak ada sedikit pun keraguan.
KEDOKTERAN
Merokok meningkatkan risiko keseluruhan kematian sebesar 70% dibandingkan kepada bukan perokok, dan perokok meninggal 5-8 tahun lebih awal dibandingkan bukan perokok. Merokok adalah satu-satunya faktor lingkungan terpenting yang turut memberikan kontribusi terhadap kematian dini di Amerika dan Inggris. Tembakau mengandung nikotin, yang diabsorbsi melalui mukosa mulut masuk ke dalam aliran darah. Kecanduan terjadi akibat penggunaan yang terus menerus. Tembakau meningkatkan risiko kanker mulut dan menyebabkan kerusakan gusi.
Inhalasi asap rokok menyebabkan efek toksik (racun) pada saluran napas atas dan paru; kerusakan pada organ jauh (jauh dari sumber masuknya asap rokok) terjadi melalui absorbsi zat toksik ke dalam aliran darah atau ekskresinya di dalam urin.
Merokok secara langsung berimplikasi sebagai penyakit bronkitis kronis dan emfisema (merupakan penyakit paru obstruktif kronis). Merokok merupakan kontributor penting pada penyakit kanker paru, terutama karsinoma skuamosa dan karsinoma sel kecil yang tidak terdiferensiasi.
Merokok secara statistik juga berkaitan dengan insidensi beberapa kanker lain, khususnya kandung kemih, rongga mulut, laring, dan oesophagus. Merokok juga merupakan faktor risiko utama berkembangnya penyakit vaskuler aterosklerotik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuler (seperti stroke).
Farmakologi dari rokok :
1. kandungan aktif : nikotin (C10H14N2).
2. zat adiktif : nikotin.
3. dosis per inhalasi : 50-150 μg.
4. dosis per sigaret : 1-2 mg.
5. dosis letal : 50 mg.
6. absorpsi : dari paru saat itu juga, lewat bucal lebih lambat.
7. waktu paruh : kadar menurun cepat, memerlukan dosis baru tiap 30-40 menit pada adiksi. Oleh karena itu, orang yang kecanduan akan terus menginginkan rokok begitu rokok habis.
8. zat toksik lain : sejumlah karsinogen.
Penyakit-penyakit yang insidensi dan keparahannya meningkat pada perokok :
1. Kanker Paru (10 X)
2. Penyakit paru obstruktif kronis (10X).
3. Penyakit aterosklerotik (2X).
4. Ulkus peptikum kronis (2-3 X).
5. Kanker rongga mulut dan lidah (5X).
6. Kanker laring dan faring (5X).
7. Kanker kandung kemih (5X).
8. Kanker esofagus (5X)
(diambil dari buku Ringkasan Patologi Anatomi karya Parakrama Chandrasoma, MD, MRCP (UK) dari Associate Professor of Patology University of Southern California Los Angeles dan Clive R. Taylor, MD, Dphil, FRCPath seorang professor dan kepala bagian patologi University of Southern California Los Angeles)
Begitu banyak penyakit yang penyebab awalnya adalah merokok, apakah yang seperti ini masih dianggap tidak berbahaya. Masih bernapas lega kah Saudara membacanya? Itu belum seberapa, berikut akan saya uraikan masing-masing dari penyakit tersebut terkait dengan rokok.
1. Kanker Paru
Kanker paru sekarang ini telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki maupun perempuan. Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok yang sebenarnya dapat dihindari. Merokok berperan 85% dari seluruh kasus daripada faktor-faktor lainnya. Banyak bukti statistik yang menunjukannya. Tiga penelitian prosprektif yang melibatkan hampir 200.000 laki-laki berusia 50-69 tahun yang diteliti selama 44 bulan menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker paru per 100.000 orang adalah 3,4 diantara laki-laki yang tidak merokok, 59,3 diantara mereka yang merokok 10-20 batang sehari, dan 217,3 diantara mereka merokok 40 batang atau lebih dalam sehari (Price dan Wilson, 2006).
Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapatkan kanker paru meningkat dua kali. Kematian akibat kanker paru juga dikaitkan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa perokok yang makanannya rendah vitamin A memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker paru (Price dan Wilson, 2006).
Asap rokok mangandung banyak karsinogen, diantara yang terpenting adalah tar. Walaupun zat tersebut merupakan karsinogen kerja langsung pada kulit, zat tersebut bertindak sebagai prokarsinogen untuk menimbulkan kanker paru dan kandung kemih. Tar yang terhirup, diubah di hati menjadi epoksid oleh enzim mikrosom, yaitu hidroksilase hidrokarbon aril. Epoksid ini merupakan senyawa aktif yang bergabung dengan guanin di dalam DNA, yang menimbulkan transformasi neoplastik (mengakibatkan kanker). Perokok yang menderita kanker paru terlihat mempunyai kadar hidroksilase hidrokarbon aril yang lebih tinggi dalam jumlah bermakna dibanding bukan perokok atau perokok yang tidak menderita kanker. Risiko timbulnya kanker bervariasi pada berbagai penilitian, tetapi sekitar 10 kali lebih tinggi pada seseorang yang merokok sebungkus dalam sehari selama 10 tahun dibanding bukan perokok. Jika seorang perokok berhenti merokok, risiko ini turun hampir mendekati bukan perokok setelah sekitar 10 tahun tanpa rokok (Chandrasoma dan Taylor, 2006).
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. PPOK terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema. Diperkirakan 16,2 juta orang Amerika menderita bronkitis kronis dan emfisema atau keduanya, yang menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden PPOK meningkat 450% sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4. Salah satu penyebab PPOK adalah rokok. Orang yang merokok akan mengalami gangguan dalam pembersihan paru. Paru yang tidak bersih akan menyebabkan radang, radang tersebut akan menyumbat jalan napas. Karena sedikitnya udara yang masuk akibat sumbatan timbulah hipoventilasi, dan akhirnya terjadilah penyakit bronkitis kronis. Selain itu obstruksi (sumbatan) akan merusak alveolar dan dinding bronkial, yang menyebabkan saluran napas kolaps, akhirnya terjadilah bronkitis (Price dan Wilson, 2006).
Merokok juga bertindak sebagai iritan lokal, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial, peningkatan jumlah sel mukus, hipersekresi mukus, dan peningkatan jumlah netrofil. Kejadian ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri. Merokok secara langsung mendorong pelepasan elastase dari netrofil, suatu enzim proteolitik yang akan merusak elastisitas alveolus, sehingga cenderung mengakibatkan emfisema (Chandrasoma dan Taylor, 2006).
3. Penyakit Aterosklerotik
Aterosklerosis adalah penyakit yang melibatkan aorta, cabang-cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang, seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian extermitas, otak, jantung, dan organ dalam utama. Bila menyerang otak dapat menyebabkan stroke, bila menyerang jantung mengakibatkan penyakit jantung, dll.. Lebih dari 4 juta orang Amerika secara klinis terbukti menderita aterosklerosis, 1,25 juta serangan jantung dan 500.000 stroke setiap tahun. Lebih dari 800.000 serangan ini bersifat fatal, dan merupakan 40% dari seluruh kematian di Amerika, statistik serupa juga berlaku di Eropa Barat, sedikit lebih rendah di negara berkembang (Chandrasoma dan Taylor, 2006; price dan Wilson,2006).
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri (Kusmana dan Hanafi, 2003).
4. Gastropati Erosif Akut
Adalah penyakit lambung dengan ciri mukosa mengalami hipereremi difus, dengan ulkus dan erosi permukaan yang banyak dan kecil. Merokok dapat menghambat sintesis prostaglandin dan cenderung menyebabkan ulserasi.
Bagaimana perasaan Saudara sekarang?? Begitu banyak penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok. Masihkah Saudara mau menghisap benda yang dapat menyebabkan kesehatan Saudara terancam. Begitu besarkah hawa napsu Saudara sehingga membutakan hati dan pikiran untuk dapat melihat yang lebih baik untuk kehidupan. Atau mungkin otak Saudara sudah tumpul karena ditutupi oleh asap rokok. Saya sama sekali tidak mau melarang siapa pun, dan saya sangat menghargai Saudara. Saya hanya mau mengajak siapa pun yang mau berpikir.
-bersambung-
Read More...
Langganan:
Postingan (Atom)