Penulis Shadiq bin Muhammad Al Baidhoni
Allah telah menciptakan makhluk dengan tabiat berbuat salah dan maksiat, supaya manusia mengetahui bahwa kesempurnaan hanya milik Allah. Sesungguhnya Allah tidak butuh terhadap makhluk namun merekalah yang sangat butuh kepada Allah dalam setiap aktivitasnya. Tidak mungkin seorang yang berakal akan mengaku bahwa ia dapat selamat dari kesalahan karena ini merupakan hal yang mustahil menurut akal dan syara’. Oleh karena itu Allah menjadikan taubat sebagai obat dari maksiat. Barangsiapa yang bertaubat niscaya Allah akan menerimanya. Inilah yang menjadi kesepakatan umat dari zaman nabi hingga sekarang.
Hanya saja ada sebagian orang pada zaman ini yang mengaku berilmu padahal jauh dari itu, mereka menimbulkan keragu-raguan pada orang yang ingin kembali dari kesalahannya lantaran pernah menyelisihi pendapat mereka, mengingkari mereka dan meremehkan ulama mereka. Sampai-sampai mereka mengatakan bahwa fulan belum ruju’ dan apa yang ia sembunyikan dalam hati berbeda dengan apa yang ia nampakkan. Subhanallah…apakah mereka mengetahui perkara yang ghaib ? ataukah mereka telah masuk kedalam hati orang itu sehingga mereka menyaksikan dengan kedua matanya ? sungguh ini merupakan kebodohan yang nyata.
Inilah Nabi kita, beliau telah bersabda:
إني لم أومر أن أنقب عن قلوب الناس ولا أن أشق بطونهم
Tidaklah aku diperintahkan untuk menyelidiki hati-hati manusia. Juga tidak untuk merobek perut-perut mereka.
Demikian pula Nabi pernah menegur Usamah terkait dengan seseorang yang ia bunuh setelah mengucapkan kalimat syahadat. Nabi bertanya,” Bagaimana bisa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan la ilah illallah ?” Usamah menjawab,” ia mengucapkan itu hanya untuk berlindung dariku.” Nabi kembali bertanya,” Apakah engkau telah membelah dadanya ?” Kejadian serupa juga terjadi pada Miqdad yang menyebabkan turunnya firman Allah :
و لا تقولوا لمن ألقى إليكم السلام لست مؤمناً تبتغون عرض الحياة الدنيا
…dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta …an nisa 94
Umar bin Khatab berkata,
من أظهر لنا خيراً أجبناه وواليناه عليه ، وإن كانت سريرته بخلاف ذلك ، ومن أظهر لنا شراً أبغضناه عليه وإن زعم أن سريرته صالحة
” Barangsiapa yang menampakkan kebaikan maka kami mencintai dan loyal kepadanya meskipun aslinya buruk. Dan barangsiapa yang menampakkan keburukan maka kami membencinya meskipun dibalik hatinya ia mengaku hal itu baik.”
Mereka telah mensia-siakan waktu untuk menghujat fulan dan mencari-cari kesalahannya. Mereka menyebarkan kesalahan itu kepada khalayak tanpa membedakan orang berilmu ataukah orang awam sehingga merusak tatanan masyarakat. Akibatnya menyebar dikalangan masyarakat isu dan tuduhan-tuduhan dusta yang telah ditambah-tambahi oleh orang –orang bodoh. Mereka bermaksud untuk menjatuhkan nama baik seseorang yang berilmu dan suka memberi nasehat. Pengakuan bahwa mereka bersandar kepada golongan yang menisbatkan diri pada ilmu tidak menghalangi mereka untuk meninggalkan hasad dengan alasan memperingatkan masyarakat dari orang-orang tersebut. Mereka tidak mengikuti suri tauladan dan dalil yang benar karena hasad yang ada pada diri mereka atau mencari muka dihadapan manusia.
Meskipun benar mereka berilmu atas apa yang mereka kerjakan, akan tetapi dengan penyimpangan ini kita yakin akan keharaman mengikuti bid’ah mereka ini.
Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata,
خذوا العلم حيث وجدتموه ولا تقبلوا قول الفقهاء بعضهم على بعض فإنهم يتغايرون كما تتغاير التيوس في الزريبة
” Ambillah ilmu dari manapun kalian mendapatkannya. Dan janganlah kalian mendengarkan celaan para fuqaha satu terhadap yang lainnya. Karena sesungguhnya mereka itu berbolak-balik sebagaimana kambing yang bolak-balik dari kandangnya.”
Mereka adalah orang-orang yang dikenal suka menghujat, berburuk sangka, senang dengan kesalahan orang lain, menggunjing dan mengadu domba. Hanya saja mereka berlagak seolah-olah mereka adalah orang sholeh. Apabila mereka berkumpul atau sedang berkhotbah atau menulis nampaklah sifat asli mereka. Apakah orang yang seperti ini pantas disebut orang –orang yang berbuat islah ?
Sumber : Situs Syaikh Shadiq bin Muhammad Al Baidhoni.Diantara guru beliau adalah Syaikh Muqbil bin Hadi,Syaikh Ibn Jibrin,Syaikh Al Fauzan,Syaikh Alu Syaikh dll
Sumber : Direktori-Islam
28 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar