Segala puji bagi Allah semata, yang karena karunia-Nya lah kita mampu menuntut ilmu di bangku kuliah mempelajari ilmu dunia dan telah dinyatakan lulus dengan baik. Semua ini patut kita syukuri, agar Allah menambah kenikmatan yang Dia berikan kepada kita. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدُُ
”Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu mengumandangkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrohim: 7)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
”Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri” (QS. An-Naml: 40)
Terlebih lagi, jika ada diantara kita yang dahulunya menyibukkan dirinya tidak hanya mempelajari ilmu dunia semata, tetapi diimbangi dengan mempelajari ’ilmu dinul Islam, rutin mengikuti pembahasan kitab-kitab para Ulama Ahlussunnah di majelis-majelis ’ilmu, baik kitab ’Aqidah, Hadits, ataupun Fiqih, menghafal al-Qur’an, menghafal hadits, mengamalkannya sampai mendakwahkannya. Ini semuanya adalah nilai tambah yang sangat berharga sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari ’ilmu dunia, baik ilmu teknik, kedokteran, atau yang lain.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya).” (Muttafaqun ‘alaih)
Ini semuanya kenikmatan yang patut kita syukuri, baik secara lisan maupun amalan yang shalih.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
“Segala puji hanya milik Allah Yang atas karunia-Nya segala kebaikan dapat terwujud.”
MELANGKAH KEDEPAN MENCARI REZEKI
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah mendidik ummatnya melalui sabda-sabda beliau agar ummat Islam memiliki jiwa yang kuat, yaitu memiliki jiwa agar berjuang bekerja dalam menghidupi rumah tangganya, tidak suka meminta-minta. Lihatlah bagaimana didikan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada ummat ini melalui sabdanya berikut:
”Sungguh, salah seorang diantara kamu mencari kayu bakar diikat lalu diangkat di atas punggugnya lalu dijual, itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta kepada orang lain, (yang mungkin bisa) diberi atau ditolak. (HR. Bukhori 2/152)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
”Senantiasa orang itu meminta-minta kepada manusia sampai datang hari kiamat, sehingga tidak ada daging sepotong pun di wajahnya”. (HR. Bukhori 5/477)
Dan merupakan kewajiban bagi seorang kepala rumah tangga, yaitu seorang suami ataupun figur ayah, untuk mencari nafkah bagi istri dan anak-anak mereka dirumah. Allah ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآأَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka.” (Qs. An-Nisa: 34)
MENCARI REZEKI YANG HALAL
Nabi shallallahu’laihi wa sallam pernah bersabda:
”Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman kepada apa yang telah diperintahkan-Nya kepada para rasul dengan firman-Nya:
يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih” (QS. Al-Mu’minun: 51)
Dan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
”Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” (QS. Al-Baqoroh: 172)
Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: ’Yaa Rabb….Yaa Rabb’, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya dari yang haram, dicukupi dari yang haram, maka bagaimana mungkin do’anya dikabulkan!?” (HR. Muslim II/703 no. 1015).
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata: ”Dia tidak menerima kecuali yang baik dalam dzatnya dan baik dalam usahanya. Adapun yang buruk dalam dzatnya, seperti khamr, atau dalam usahanya, seperti rezeki yang diusahakan dengan riba, maka Allah tidak menerimanya.”[1]
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: ”Bahwa para Rasul dan ummatnya diperintah untuk makan makanan yang halal dan menjauhkan dari yang jelek dan haram, kemudian disebutkan diakhir hadits, tidak dikabulkannya do’a seseorang disebabkan mengkonsumsi barang haram, baik makanan, minuman, pakaian dan hasil usahanya. Oleh karena itu para sahabat dan orang-orang shalih, mereka sangat berhati-hati, berusaha untuk selalu makan dari yang halal dan menjauhkan yang haram.[2]
Merupakan syarat yang mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
”Janganlah kamu merasa bahwa rezekimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.”[3]
Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek riba. Allah ta’ala berfirman:
يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS. Al-Baqoroh: 276)
Ibnu katsir rahimahullah berkata, ”Allah ta’ala mengabarkan bahwa ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut”[4]
Penafsiran Ibnu katsir ini semakna dengan hadits berikut:
”Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.”[5]
Bila kita amati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.[6]
GAPAILAH KEBERKAHAN HARTA BUKAN BANYAKNYA HARTA
Barangkali diantara kita ada yang selalu mengimpikan bergelimang harta atas hasil usaha atau pekerjaan kita. Mengimpikan memiliki gaji yang setinggi langit belum lagi ditambah tunjangannya. Namun terkadang kita lupa bahwa hakikat kebahagiaan dalam masalah harta atau rezeki bukanlah pada banyaknya harta, tetapi pada keberkahan harta. Keberkahan harta terwujud dengan berlipat gandanya kegunaan harta tersebut, walaupun jumlahnya tidak bertambah banyak atau berlipat ganda.
Misalnya, mungkin saja seseorang yang hanya memiliki sedikit dari harta benda, akan tetapi karena harta itu penuh dengan keberkahan, maka ia terhindar dari berbagai mara bahaya, penyakit, dan tentram hidupnya. Dan sebaliknya, bisa saja seseorang yang hartanya melimpah ruah, akan tetapi karena tidak diberkahi Allah, hartanya tersebut menjadi sumber bencana, penyakit, dan bahkan mungkin ia tidak dapat memanfaatkan harta tersebut.[7]
Oleh karena itu dalam pandangan Islam, orang kaya bukanlah orang yang banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah yang kaya hatinya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
”Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati” (HR. Bukhori 8/118)
MENGGAPAI KEBERKAHAN DENGAN QONA’AH
Sifat qona’ah dan lapang dada dengan pembagian Allah ta’ala adalah kekayaan yang tidak ada bandingnya.
Pepatah mengatakan:
”Bila engkau memiliki hati yang qana’ah, maka engkau dan pemilik dunia (kaya raya) adalah sama”
”Qana’ah adalah harta yang tidak akan pernah sirna”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menggambarkan keadaan orang yang dikaruniai sifat qona’ah dengan sabdanya:
”Barangsiapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.”[8]
Al-Munawi rahimahullah berkata: ”Maksud hadits ini, barang siapa yang terkumpul padanya: Kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal tersebut”.[9]
Dengan jiwa yang dipenuhi qona’ah, dan keridhaan dengan segala rezeki yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan kepadanya, Nabi shallallahu’alihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunianya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengen rezeki yang telah Dia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridlo dengan pembagian Allah ’azza wa jalla, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rezeki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridlo (tidak puas), niscaya rezekinya tidak akan diberkahi”[10]
Al-Munawi rahimahullah berkata: ”Bahwa penyakit ini, (yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan kepadanya-pen) telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rezeki yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta mengagumi rezeki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak.
Oleh karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah hartanya, hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan iapun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa letih.
Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahl ia tidaklah memperoleh selaoin apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak bersyukuri apa yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan”.[11]
Lihatlah nasehat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada seorang sahabat yang bernama Hakim bin Hizam radliyallahua’nhu dalam cuplikan sebuah hadits:
”Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah segar lagi manis, dan barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi, maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah kenyang.” (Muttafaqun ’alaihi)
Demikianlah nasehat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam agar kita selalu qona’ah dan bersyukur atas apa yang Allah karuniakan kepada kita. Jangan sampai kita terus disibukkan oleh dunia hanya demi mendapatkan kebahagiaan yang semu, sementara urusan akhirat kita lalai. Padahal kehidupan yang lebih abadi telah menunggu kita di akhirat, Allah ta’ala berfirman:
وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُوَأَبْقَى
”Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 17)
Jika kita kembali merenungkan, memang benar pada kenyataannya bahwa seorang yang kaya harta, mereka tidak akan berhenti-hentinya mencari harta yang lebih banyak lagi dan tidak merasa puas dengan apa yang dimiliki. Ini adalah tabiat yang dimiliki oleh manusia, tamak, kecuali yang dirahmati oleh Allah yaitu dari mereka yang kaya hati dan selalu bersyukur juga qona’ah atas apa yang Allah karuniakan kepadanya. Perhatikanlah apa yang telah disampaikan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang perumpamaannya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
”Andai seorang manusia telah memiliki dua lembah harta benda (emas), niscaya ia masih menginginkan untuk mendapatkan lembah ketiga. Dan tidak akan pernah ada yang dapat memenuhi perut manusia selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang bertaubat/ kembali (dari perangai buruk tersebut-pen) (Muttafaqun’alaih)
Semoga kita termasuk diantara orang-orang yang bertaubat tersebut dan selalu bersyukur dan qona’ah atas apa yang Allah karuniakan kepada kita.
اَللّٰهُمَّ قَنِّعْنِي بِمَارَزَقْتَنِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِيهِ، وَاخْلُفْ عَلٰى كُلِّ غَا ئِبَةٍِ لِيْ بِخَيْرٍِ
”Yaa Allah, jadikanlah aku merasa qana’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah Engkau rizkikan kepadaku, dan berilah berkah kepadaku di dalamnya dan gantikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan yang lebih baik.” [12]
Ditulis oleh: Maramis Setiawan
Referensi:
Kumpulan Do’o dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih, oleh Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, penerbit Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta.
12 Kiat-Kiat Ngalap Berkah, oleh. Ust. Dr. Muhammad Arifin bin Badri, MA, penerbit Pustaka Darul ’Ilmi, Bogor
Syarah Hadits Arbain, penyusun: Sayyid bin Ibrahim al-Huwaithi, penerbit Darul Haq, Jakarta.
Majalah al-Furqon Edisi 1, th. Ke-9 Syaban1430/Agustus 2009
Catatan Kaki
[1] Syarah Arbain Nawawi
[2] Jaami’ul ‘Uluul wal Hikam hal. 198 tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah, dinukil dari Kumpulan Do’a dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih oleh Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas.
[3] HR. Ibnu Majah, ’Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, serta dishahihkan oleh al-Albani
[4] Tafsir Ibnu Katsir, 1/328
[5] HR. Imam Ahmad, Ath-Thabrani, Al-Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan al-Albani
[6] Dinukil dari “12 Kiat-Kiat Ngalap Berkah” hal. 99- 100
[7] Idem, hal. 8
[8] HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi
[9] Faidhul Qadir oleh Al-Munawi, 9/387
[10] HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani
[11] Faidhul Qadir oleh Al-Munawi, 2/236
[12] Ini adalah doa agar kita diberikan riziki, qana’ah dan keberkahan, doa ini diriwayatkan oleh Al-Hakim I/510, dan dishahihkan oleh Imam Adz-Dzahabi, Dari Ibnu ’Abbar Radliyallahu’anhu. Dinukil dari ‘Kumpulan Do’o dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih’, oleh Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, penerbit Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta.
maramissetiawan.wordpress.com
13 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar