Tak henti-hentinya musuh-musuh Islam memerangi kaum muslimin. Di antaranya adalah serangan jenis ghozwul fikr (perang pemikiran) berupa virus syubhat dan syahwat. Contoh virus syubhat ada dalam Jaringan Iblis Liberal (sebutan yang tepat untuk Jaringan Islam Liberal/JIL, Red). Secara terang-terangan mereka menyebarkan kekufuran, menolak hukum Alloh, menghujat sunnah Nabi dan membela nabi palsu. Wahai kaum muslimin, sadarlah dan waspadailah makar mereka!!
Di antara syubhat berbahaya yang ditebarkan musuh-musuh Alloh adalah film-film berkedok agama. Salah satunya adalah film para nabi dan sahabat. Bagaimana pandangan Islam tentangnya? Marilah kita ikuti kajian berikut.
Sejarah Film Tentang Nabi
Hampir tak bisa dipungkiri lagi bahwa peletak dasar pertama dunia film adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Nah, tatkala mereka melihat celah keuntungan yang besar dalam dunia film berbau agama, maka mereka mengerahkan segala upaya untuk membuat berbagai acara yang berbau agama, terutama kisah-kisah para nabi yang tercatat dalam Taurat dan Injil. Oleh karenanya, kisah Nabi Musa dan Isa biasanya mendapatkan porsi yang lebih banyak daripada selain keduanya[1].
Adapun film tentang Nabi Muhammad , sampai detik ini belum diketahui adanya. Hanya saja, pada tahun 1926 M seorang sutradara bernama Yusuf Wahbi pernah berencana memfilmkan Nabi Muhammad yang akan dilakoni oleh salah seorang berbangsa Turki bernama Widad Arfi, tetapi ide ini ditentang secara keras oleh Azhar, bahkan sang pemain diancam akan dicabut identitas kenegaraannya bila dia tetap nekad melanjutkan programnya. Pada saat itu belum ada yang mengetahui kalau ternyata Widad Arfi adalah seorang yang beragama Yahudi sebagaimana terbukti setelah itu. Namun, Alhamdulillah, ide tersebut tidak berjalan dan tidak diketahui kelanjutannya.[2]
Setelah itu, sebuah produsen film Arab mengeluarkan sebuah film berjudul Muhammad Rosululloh yang dilakoni oleh beberapa aktor dari berbagai bangsa: Libia, Kuwait, Maroko, dan Bahrain. Film ini direncanakan akan keluar dengan dua puluh bahasa negara dunia, termasuk bahasa Arab. Namun, film ini pun diingkari secara keras oleh para ulama dunia sehingga keluarlah ketetapan para ulama dalam rapat Robithoh Alam Islami di Makkah tentang haramnya film tersebut dan melarang peredar-annya.[3]
Sorotan Sekilas
Ada beberapa poin panting yang perlu diperhatikan sebagai pengantar pembahasan ini:
1. Bila kita perhatikan, dunia film secara umum adalah dunia hiburan. Jadi, biasanya tujuan pemirsa menyaksikan film adalah untuk sekadar hiburan, mengisi waktu luang, dan senda gurau bukan untuk mengambil pelajaran.
2. Bila kita perhatikan para pemain film, kebanyakan mereka bukanlah orang-orang yang sholih, bertakwa, dan berakhlak baik. Jika seorang di antara mereka berperan sebagai orang sholih, itu hanyalah karena pekerjaan dan untuk mendapatkan uang, setelah itu dia akan kembali kepada pribadi aslinya.
3. Hampir tidak ada perselisihan pendapat bahwa tujuan utama dunia film adalah untuk meraup uang denan memenuhi kepuasan para pemirsa. Kalau demikian, maka mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyenangkan pemirsa.
4. Biasanya, mayoritas sejarawan kurang memberikan perhatian tentang keotentikan sejarah, apalagi sebagian pengekor hawa nafsu yang ingin menyebarkan virus dalam sejarah dengan menyebarkan kisah-kisah dusta dan merendahkan sejarah yang shohih[4]
Dampak Negatif Film Tentang Nabi
Tidak diragukan lagi bahwa film tentang nabi siapa pun hukumnya haram. Apa pun alasan masalahatnya, harus diakui bahwa kerusakannya jauh lebih besar dan banyak, di antaranya:
1. Film tentang nabi akan menjurus kepada kedustaan atas mereka, sebab bagaimanapun jelinya maka pasti akan ada tambahan dan pengurangan. Hal ini berarti menjurus kepada kedustaan alas mereka yang merupakan kedustaan atas Alloh.
2. Anggaplah bahwa film akan menampilkan kisah-kisah yang shohih saja dan bersih dari ke-dustaan, lantas bagaimana Cara memfilmkan Nabi Adam dan Hawa yang memakan dari pohon? Pohon apakah itu? Bagaimana memfilmkan Nabi Musa yang sedang bermunajat kepada Allah? Bagaimana memfilmkan Nabi Yusuf ketika sedang dirayu oleh istri Raja Mesir? Bagaimana memfilmkan para Nabi yang dijuluki para kaumnya dengan gila dan penyihir?!
3. Film Nabi akan menjurus kepada pengkultusan kepada mereka dengan berlalunya waktu sehingga kejadian kaum Nabi Nuh dengan orang-orang shalih akan kembali berulang.
4. Film Nabi akan merendahkan kemuliaan dan kehormatan mereka, sehingga lunturlah keimanan dan penghormatan kepada mereka.
5. Bila kita amati para pemain yang akan berperan sebagai Nabi, kebanyakan mereka bukanlah orang yang sholih. Maka ini akan sangat merendahkan kedudukan Nabi dan ajang untuk permainan dan olok-olok.
6. Film Nabi akan membuka celah perdebatan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin, bahkan di kalangan sesama ahli kitab, padahal kita sangat membutuhkan keamanan dan tertu-tupnya pintu fitnah.
Kesimpulannya, para nabi dan rosul adalah manusia yang terjaga dari aib dan kejelekan, sedangkan memfilmkan mereka merupakan pelecehan terhadap mereka. Sebab itu, marilah kita biarkan mereka tetap berwibawa dan terhormat seperti semula.[5]
Ketetapan dan Fatwa Ulama
Para ulama masa kini telah bersepakat tentang haramnya film tentang para nabi, khususnya Nabi kita Muhammad. Adapun pendapat yang membolehkan dengan alasan sebagai pelajaran kepada para pemirsa maka ini adalah pendapat yang tidak perlu dianggap. Di antara¨nya adalah fatwa ulama Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia no. 4723 tanggal 11/7/1402 H, Keputusan Majma’ Fiqih di Makkah no. 6, keputusan Hai’ah Kibar Ulama di Tho’if no. 107 tanggal 2/11/1403 H, fatwa Lajnah Fatwa Mesir[6], dan sebagainya.
Pengganti yang Shohih
Cukuplah bagi kita kisah-kisah Nabi yang shohih dalam al-Qur’an dan hadits sebagai pelajaran yang bermanfaat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat perigajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat melainkan membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf [12]: 111)
Kesimpulan
Dengan keterangan di atas, maka dengan penuh kemantapan kita menyimpulkan haramnya film tentang Nabi baik dalam adegan panggung sandiwara maupun film (termasuk sinetron, Red). Wajib atas kita, khususnya pemerintah, untuk melarangnya secara keras. Kita memohon kepada Alloh Ta’ala agar menjadikan hati kita mengagungkan dan mencintai para nabi dan rosul.[]
Daftar Referensi
· Ahkamu Fanni Tamtsil Fil Fiqih Istami kar. Muhammad bin Musa ad-Dali penerbit Maktabah ar-Rusyd, KSA, cet. pertama, 1429 H.
· Abhats Hai’ah Kibar Mama, kumpulan Amanah A’mah Li Hai’ah Kibar Ulama, penerbit Ri’asah A’mah Lil Buhuts wal Ifta’, cet ketiga, 1428 H.
[Sumber : Majalah Al Furqon Edisi 8 Tahun 8 1430H]
Catatan Kaki :
[1] Shurotul Adyan Fi Sinema hlm. 32
[2] Tarikh Sinema Fi Mesir hlm. 199
[3] Fatawa Ibnu Baz : 1/413
[4] Abhats Hai’ah Kibar Ulama : 3/294-295
[5] Ahkam Fanni Tamtsil hlm. 181-185
¨ Diantara fatwa yang mengharamkan-ed
[6] Majalah Al-Azhar edisi Rojab 1374H
Sumber: abangdani.wordpress.com
15 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar