Oleh : Ustadz Anas Burhanuddin, Lc
(Mahasiswa Master di Universitas Islam Madinah)
Keutamaan Ayat Kursi
Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung nan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah Ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah. Pada kesempatan kali ini akan kita pelajari bersama ayat yang paling agung dalam al-Qur’an, yaitu ayat kursi; surat al-Baqarah ayat 255.
Ubay bin Ka’b t berkata: Rasulullah e berkata: “Wahai Abul Mundzir (gelar kun-yah dari Ubay), tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?” Aku menjawab:”Allah dan RasulNya lebih tahu.” Beliau berkata: “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?” Akupun menjawab:
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Maka beliau memukul dadaku dan berkata: “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir”. (HR. Muslim no. 810)
Dalam kisah Abu Hurairah t dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata : “Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi, dengan demikian akan selalu ada panjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.” Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah e, beliau berkata: “Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)
Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b t, disebutkan bahwa si jin mengatakan:
مَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُصْبِحَ ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُمْسِيَ
“Barang siapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi, dan siapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore”. (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus)
Dalam hadits yang lain, Nabi e bersabda:
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ
“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian”. (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)
Disunatkan untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, juga sebelum tidur.
Tafsir Ayat Kursi
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
“Allah , tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”
Allah adalah nama yang paling agung milik Allah Ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan inti sari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.
Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua diantara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkanNya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Karenanya, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asama’ al-Husna yang lain.
Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.
لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur”.
Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan tidak lalai akan hamba-hambaNya.
Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur. Barangkali ada yang mengatakan, menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur. Tapi Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi orang tidur tanpa mengantuk dahulu, dan orang bisa menahan kantuk tapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ
“KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi.”
Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaanNya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya.”
Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah do’a. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi e berarti mengharapkan agar Nabi e mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus utnuk Nabi e, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.
Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Tapi syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:
1. Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.
2. Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.
Karenanya, tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan mentaatiNya; menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”
Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.
وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ
“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dangan apa yang dikehendakiNya.”
Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ
“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”
Ibnu Abbas e menafsirkan kursi dengan berkata:
الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ
“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah”. (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)
Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi e, sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.
Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi e bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ
“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani)
وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا
“Dan Allah tidak terberati pemeliharaan keduanya.”
Seorang ibu, tentu merasakan betapa melelahkan mengurus rumah sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagiNya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzatNya berada di ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi e bertanya kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?” Ia menjawab: “Di langit.” Nabi e bertanya: “Siapa saya?” Ia menjawab:”Engkau adalah Rasulullah.” Maka Nabi e berkata kepada majikannya: “Bebaskanlah ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)
Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.
Kesimpulan:
1. Ayat kursi adalah ayat yang paling agung, dan semua ayat al-Qur’an agung.
2. Disunatkan untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan sebelum tidur.
3. Penegasan kalimat tauhid.
4. Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang menunjukkan seluruh nama Allah yang lain.
5. Semua bentuk kekurangan harus dinafikan dari Allah.
6. Arti syafaat dan syarat memperolehnya.
7. Ilmu Allah sangat sempurna.
8. Kita hanya menetapkan untuk Allah nama dan sifat yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya dengan nama dan sifat makhluk.
9. Arti dan keagungan kursi Allah.
10. Ketinggian dan keagungan Allah dalam dzat dan kedudukan.
11. Kesalahan orang yang mengatakan Allah ada di mana-mana.
12. Penetapan banyak nama dan sifat Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaanNya. Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Al-Quran dan Terjemahnya.
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Fathul Qadir, asy-Syaukani.
4. Taysirul Karimir Rahman, Abdurrahman as-Sa’di.
5. Shahih al-Bukhari
6. Shahih Muslim
7. Al-Mu’jam al-Kabir, ath-Thabrani.
8. al-Mustadrak, al-Hakim.
9. Shahih Ibnu Hibban.
10. Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani.
11. Silsilah Ahadits Shahihah, al-Albani.
12. Fathul Majid, Abdurrahman bin Hasan.
13. Fiqhul Asma’il Husna, Abdurrazzaq al-Badr.
14. Al-Qamus al-Muhith, al-Fairuzabadi.
Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi berkata: “… tiada kehidupan untuk hati, tidak ada kesenangan dan ketenanga nbaginya, kecuali dengan mengenal Rabbnya, Sesembahan dan Penciptanya, dengan Asma’, Sifat dan Af’al (perbuatan)Nya, dan seiring dengan itu mencintaiNya lebih dari yang lain, dan berusaha mendekatkan diri kepadaNya tanpa yang lain…….”(Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyyah)
Artikel : www.wahonot.wordpress.com
07 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar