Haid merupakan lampu merah bagi suami untuk berdekat-dekat dengan istri?Berhenti jugakah segala aktivitas kemesraan pasangan suami istri?Haruskah seorang suami libur dari bermesraan sampai istrinya selesai dari masa nifas? Dr Muslim Muhammad Al Yusuf dalam buku ‘Tetap Mesra Saat Darurat’ menjelaskan kepada kita permasalahan bermesraan di kala haid dan nifas ini. Dikarenakan tulisan beliau panjang, maka akan kami bagi menjadi dua, yaitu:
Bagian pertama, akan membahas bermesraan di daerah atas pusar dan di bawah lutut.
Bagian kedua, akan membahas bermesraan di daerah bawah pusar dan di atas lutut.
Berikut penjelasan Dr. Muslim Muhammad Al Yusuf, semoga bermanfaat
A. Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Atas Pusar dan Bawah Lutut
Para ahli ilmu telah sepakat tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, baik dengan ciuman, dekapan, tidur bersama, bercumbuan dan lain sebagainya.1 Dalil-dalil mereka mengenai hal itu adalah sebagai berikut:
Pertama, dalil dari sunnah Nabi yang mulia, yakni antara lain:
Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
”Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya mengenakan kain sarung di tempat keluarnya haid, lalu beliau mencumbuinya.” Aisyah melanjutkan, “Dan siapakah di antara kalian yang mampu menguasai hajatnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dahulu mampu menguasai hajatnya?”2
Dari hadits ini, dapat disimpulkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut. Karena arti, “mengenakan kain sarung (ta’taziru),” adalah mengikatkan kain sarung yang bisa menutupi pusarnya dan daerah bawahnya sampai lutut.
DariMaimunah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mencumbui istri-istrinya di atas kain sarung, saat mereka haid.”3
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:
“Apabila salah seorang di antara kami haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya (mengambil kain sarung). Ia pun mengikatkan kain sarungnya, lalu beliau mencumbunya”4
Dari Haram bin Hakim, dari pamannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
”Apa yang halal bagiku sebagai suami terhadap istriku, saat ia haid?” Beliau menjawab, “Bagimu daerah atas kain sarungnya.”5
Semua hadits ini, baik secara tersurat maupun tersirat, menunjukkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dengan berbagai gaya bermesraan.
Kedua, dalil dari ijmak
Para ahli ilmu telah berijmak tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang berbeda pendapat tentang hal tersebut.6Bersambung pada tulisan kedua insya Allah.
Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” – Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf,Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74
Catatan kaki:
1. Ahkamul Qur’an, karya Al-Jashshash, II: 21; Mukhtashar Khalil wa Jawahirul Iklil, 1:31; Bidayatul Mujtahid, 1: 49; Al-Jami’ lil Ahkamil Qur’an, III: 87; Al-Majmu’, II : 364; Mughniyyul Muhtaj, 1: 120; Al-Mughni, 1: 333; Majmu’ul Fatawa, 1: 624; dan Nailul Authar, 1: 323
2. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani yaitu Bukhari dan Muslim
3. Diriwayatkan oleh Muslim
4. Diriwayatkan oleh Muslim
5. Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra. Hadits semisal ini juga diriwayatkan dari Ashim bin Umar. Demikian pula diriwayatkan oleh Darimi dari seorang laki-laki yang namanya tidak disebutkan
6. Lihat Fathul Qadir, I : 167; Al-Umm, I : 51; Al-Mughni, 1: 333; Majmu’ul Fatawa, XXI:642; Bidayatul Mujtahid, I:49; dan Tuhfatul Ahwadzi, I: 350
Sumber: http://jilbab.or.id
09 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar